web analytics
header

The World of Deidamia

Cerpen_Elm_Pin
Sumber: Pinterest

Oleh: Elmayanti

Redaktur Pelaksana LPMH-UH Periode 2022

 

Gadis berkulit putih pucat yang berbaring di atas ranjang berukuran queen size itu tampak gelisah dalam tidurnya. Peluh membanjiri dahinya. Bibirnya pun tampak komat-kamit, melirihkan beberapa kalimat.

“Jangan lakukan itu, kumohon.”      

Kedua tangannya meremas selimut  berbahan sutra asli yang dikenakannya, menjadikannya objek pelampiasan. Ia marah, takut, geram. Untuk kesekian kali, mimpi itu datang.

Suara decitan pintu terdengar, rupanya Eve, pelayan yang berjaga di pintu kamar dengan langkah cepat bergegas mendekat ke sisi ranjang.

“Putri…..”

Kelopak mata sang Putri perlahan terbuka, mengerjap pelan. Memperlihatkan netra hijaunya, netra yang begitu langka, khas kaum Demon.

“Mimpi buruk lagi, Putri?” tebak Eve, tahu betul kebiasaan sang Putri.

Sang Putri mengangguk mengiyakan. Mimpi itu benar-benar terasa nyata. Sang Putri cukup memejamkan matanya, maka bayangan mimpi itu akan langsung muncul layaknya hologram.

Tentang bagaimana kaum Fairy menerobos gerbang kerajaaan. Membuat semua tumbuhan tunduk pada titahnya, menyerang orang-orang di kerajaan. Puluhan semak belukar berukuran raksasa mengepung kerajaan, menghalangi orang-orang yang hendak kabur. Tanaman Azaela menyemprotkan racunnya, membuat orang terbatuk lalu sekarat memegangi dadanya yang terasa sesak. Belum lagi, tanaman menjalar berukuran sebesar tiang, yang merobohkan bangunan-bangunan.

“Tidak perlu dipikirkan Putri. Bukankah tuan Suha mengatakan mimpi itu tidak berarti apa-apa. Jadi sudah seharusnya itu tidak menjadi beban bagi Putri.”

Suha, sang ahli tafsir mimpi kerajaan memang mengatakan mimpi itu tidak berarti apa-apa. Hanya sekedar bunga tidur biasa. Tapi tidak bagi sang Putri, bagaimana bisa selama dua tahun lamanya, ia mengalami mimpi yang sama kemudian dianggap tidak ada artinya?

“Apa perlu saya ambilkan air, Putri?”

Sang putri menggeleng. “Aku ingin langsung mandi saja.”

Eve tersenyum simpul sembari mengangguk.

“Baiklah, saya akan panggilkan Claire untuk membantu mempersiapkan ritual mandi Putri.”

Eve membungkuk hormat sebelum beranjak keluar dari kamar mewah nan klasik itu.

Eve memang berasal dari kaum Mermaid. Padahal sebagai pelayan pribadi, sudah seharusnya ia selalu menemani sang Putri, saat mandi sekalipun. Tapi mau bagaimana lagi. Terkena air sedikit saja, maka kedua kakinya akan berubah menjadi ekor duyung.

Berbeda halnya dengan Claire, pelayan itu berasa dari kaum Witch. Kemampuan sihir miliknya ia gunakan untuk menghangatkan atau mendinginkan air, sesuai permintaan sang Putri. Claire juga akan mencicipi air itu, memastikannya aman dari racun. Lidah kaum witch memang sensitif akan racun dan bagian terbaiknya karena lidah mereka juga kebal akan racun-racun itu.

Sang Putri mendongak ketika suara decitan pintu yang dibuka kembali terdengar. Seorang gadis dengan rambut hitam legam sepundak membungkuk di hadapannya. Gadis itu tersenyum kaku, sang Putri yang masih duduk di atas ranjang balas tersenyum.

“Anda ingin air rendaman beraroma apa Putri?”

“Aroma mawar dan aku ingin yang hangat.”

Claire mengangguk patuh, “saya akan segera menyiapkannya. Apa Putri ingin saya ambilkan kue atau minum sembari menunggu?”

“Tidak usah, aku ingin berkeliling kerajaan sebentar.”

“Baik, saya akan panggilkan  Eve dan dua orang prajurit untuk mengawal Put-“

“Tidak perlu Claire, aku tidak sedang ingin berpergian keluar ke tempat berbahaya, aku hanya ingin berjalan-jalan di kerajaan. Tidak akan ada apa-apa yang terjadi. Aku tak butuh ditemani.”

“Tapi bagaimana jika anda tersesat? Kerajaan ini begitu luas Putri, terlalu banyak lorong.”

“Aku sudah hampir 19 tahun tinggal di kerajaan Claire. Setiap inci kerajaan ini sudah kuhapal di luar kepala. Kau tak perlu berlebihan seperti itu.”

“Baiklah Putri. Silahkan, tapi jangan lupa menekan tombol di cincin anda jika sesuatu terjadi.”

Sang Putri memutar bola matanya kesal. “Hm baiklah…”

Sang Putri turun dari ranjang, hal pertama yang ia rasakan adalah sensasi hangat pada telapak kakinya ketika menyentuh lantai marmer. Lantai yang sudah didesain oleh kaum witch agar suhunya tetap hangat bahkan saat musim salju.

Eve dan Hana yang berjaga di luar dengan sigap membukakan pintu ketika mengetahui Sang Putri ingin keluar kamar.

Sang Putri menghirup udara panjang, begitu segar dengan aroma bunga lili yang langsung meruap. Itu yang disukainya, karena ketika keluar kamar, ia akan langsung dihadapkan dengan taman yang dipenuhi berbagai jenis bunga.

“Gunakan ini Putri,” pinta Eve sambil menyodorkan jubah tipis berbahan satin.

Sang Putri mengernyit bingung.

“Anda hanya menggunakan gaun tidur. Walaupun panjang lengannya melewati siku, tapi bagian bawahnya hanya selutut, turunnya salju membuat udara jadi semakin dingin.”

Sang Putri menunduk, ternyata benar, betisnya yang putih dan mulus itu terekspos dengan jelas. Apalagi gaun tidur yang ia gunakan berwarna merah terang, membuat gadis yang sebentar lagi berusia 19 tahun itu tampak begitu menggoda. Aura kecantikannya diturunkan dari ibundanya, Ratu Zelda. Ratu Zelda sendiri adalah keturunan murni dari Dewi Aafreeda, sang dewi kecantikan, cinta dan kesuburan.

Related posts: