Oleh: Nadila Putri M. Yakub
Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022
Bel berbunyi tanda waktu pulang telah tiba, Kalu yang pada saat itu telah merapikan alat tulisnya kemudian bergegas beranjak dari duduknya dan keluar dari kelasnya.
“Kal!” panggil seseorang dari kejauhan sembari melambaikan tangannya.
“Eh kenapa, Dam?” balas Kalu setelah melihat Adam, tetangganya sekaligus teman mainnya.
“Gue cuma mau bilang kita ga bisa bareng pulang soalnya gue mau anterin Shabi hehe,” ucap Adam dengan lugas.
“Yah… Dam, lo kan tau gue takut naik angkutan umum sendirian, kalau ga sama lo gue sama siapa? Ga asik lo!” kata Kalu.
Selepas mengatakan hal tersebut, Kalu bergegas meninggalkan Adam yang kebingungan. Ia melewati koridor kelasnya dengan menolehkan kepalanya kiri dan kanan untuk mencari teman pulang yang searah dengan dirinya. Sampai kemudian ia melihat Dina, teman kelasnya yang lain yang searah dengannya dan menanyakan apakah ia pulang naik angkutan umum atau tidak.
“Din… kita bareng pulang ya, please?” kata Kalu yang memagang tangan Dina sembari memohon kecil.
“Loh emang lo ga pulang sama Adam? Biasanya kan lo sering bareng dia.” kata Dina keheranan karena baru kali ini ia melihat Kalu tidak pulang bersama Adam.
Memang benar yang dikatakan dengan Dina bahwa Adam dan Kalu selalu bersama saat pergi maupun pulang sekolah. Bahkan para guru pun menganggap mereka sepasang kekasih karena sering terlihat bersama. Akan tetapi, asumsi segelintir orang itu amatlah salah. Adam dan Kalu hanya sebatas teman, tidak lebih.
“Ga usah ngomongin Adam deh! Gue males dengernya!” ungkap Kalu dengan nada yang menandakan bahwa dia kesal terhadap Adam.
“Cepetan deh pulangnya, gue cape banget pengen cepet-cepet istirahat.” Kalu kemudian menarik paksa lengan Dina agar cepat keluar gerbang sekolah dan menaiki angkutan umum di depan sekolah yang memang sering mangkal di sana.
Setelah Kalu dan Dina menaiki angkutan umum, tidak lama angkutan umum tersebut melaju meninggalkan sekolah. Di dalam perjalanan pulang Kalu hanya menatap di luar jendela dengan perasaan kesal. Ia sangat kesal kepada Adam yang sering sekali absen dalam mengantarnya pulang.
Walaupun Kalu menumpang pada Adam akan tetapi ia tidak menyukai sikap Adam yang selalu saja menyepelakan dirinya saat pulang sekolah padahal Adam tahu sendiri bahwa Kalu sangat takut pulang naik angkutan umum karena pernah suatu hari ketika Kalu yang masih menempati kelas 1 SMA menaiki angkutan umum dan karena jarak rumahnya lumayan jauh dan temannya yang lain telah turun. Kalu yang pada saat itu sendiri di dalam angkutan umum ingin berhenti diperhentiannya akan tetapi sopir angkutan umum tersebut malah pura-pura tidak mendengarnya dan memiliki niat buruk terhadap Kalu. Kalu yang panik waktu itu mau tidak mau melompat dari angkutan umum sehingga ia mengalami luka-luka yang cukup besar dan membuat sekujur tubuhnya terdapat lecet-lecet. Ingatan tersebut buyar ketika Dina mengajaknya bicara.
“Kal, emang Adam udah ada yang baru lagi ya?” ucap Dina sembari mencolek lengannya.
“Ya biasalah, lo kan tahu Adam gimana, tuh anak kan emang suka ganti-ganti. Pusing gue liatnya.” kata Kalu sembari menggeleng-gelengkan kepalanya karena heran juga dengan kelakuan Adam yang sering berganti-ganti pasangan.
“By the way, lo emang ga ada rasa sama sekali sama Adam? gue pernah baca kalau katanya perteman antara cewe dan cowo tuh ga ada yang berhasil! Pasti salah satu di antara mereka ada rasa. Lo sama dia emang ga gitu?” jelas Dina.
Kalu terdiam sejenak memikirkan kata-kata Dina, lalu sejurus kemudian ia menjawab dengan tertawa yang dipaksakan, “Hahaha gue sama Adam ada rasa? Ya ngga-lah Din? Gue sama Adam udah lama banget berteman, bahkan hal yang terburuk dari
Adam gue tau dan lagian Adam mana mungkin sih suka sama gue, sikap dia ke gue
dengan gebetannya aja berbeda. Mana ada dia suka sama gue.”
“Yaelah Kal, yang gue tanyain perasaan lo bukan perasaan Adam! Gimana sih?” kata Dina.
“Ya ngo-ngomong dong gue kirain perasaan Adam, ya jelaslah kalau gue juga ngga!” kata Kalu dengan gelagapan.
“Udah deh ngapain bahas dia sih, nih bentar lagi gue sampai, bye! Bang kiri Bang!” tutup Kalu sembari memberhentikan sopir taksi
karena ia sudah sampai di depan perumahannya.
Kalu berjalan menuju rumahnya yang tidak jauh dari gerbang perumahan. Sesampainya ia di depan pintu rumahnya, Kalu bergegas masuk dan menaiki tangga menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar Kalu memandangi langir-langit kamarnya dengan memikirkan perkataan Dina tadi di angkutan umum. Ia terdiam cukup lama. Ia bingung harus seperti apa karena memang apa yang dicurgai Dina benar bahwa ia memang menyukai Adam! Temannya bahkan bisa dibilang sahabatnya. Bagi Kalu, Adam tidak hanya sebagai tetangganya, teman mainnya, teman berbagi cerita, teman berantemnya, tapi Adam lebih dari itu. Adam pusatnya, Adam dunianya. Entah sejak kapan Kalu menyadarinya tapi yang paling pasti Kalu sudah jatuh hati dengan Adam. Meski ia tahu bahwa Adam tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Yang Kalu rasakan bahwa Adam tidak menganggapnya sebagai orang yang spesial. Menurutnya Adam hanya memanggaonya sebatas teman, tidak lebih.
Hal yang membuatnya sangat yakin bahwa Adam tidak menyukainya ialah Adam yang sering sekali berganti-ganti pasangan, sering meninggalkannya saat pulang sekolah, sering mengatainya tidak menarik, sering mengatainya bahwa ia hanyalah perempuan yang manja dan cengeng. Bahkan Adam sering berbagi cerita mengenai perempuan yang ia dekati, yang ia sukai di depan Kalu dengan mimik muka yang teramat bahagia tanpa tahu bahwa Kalu amat pahit mendengarnya. Kalu si penampung bahagia Adam. Selalu.