web analytics
header

Jalur Juang

Sumber: Pinterest
Sumber: Pinterest
Sumber: Pinterest

Oleh: Nur Aflihyana Bugi

Mahasiswi FH-UH Angkatan 2019


Tak ada pesona dalam puisiku
Tak ada gemilang dalam hariku

Sekedar menanti pusat melirikku
Mengulur tangan dan membawaku dari deret manusia

Sarapanku hanya unggas milik sendiri
Yang digorok pekan lalu
Jeroan nya sudah habis lebih dulu
Kata Ibu, yang nikmat biar diakhir

Apa bisaku jika itu inginnya
Pakan sang unggas saja darinya
Limbah sisa makanan
Untuknya yang akan jadi makanan
Lantas mana ada sisa yang terbuang

Mungkin saja kau lantas menyerah
Setelah paham bagaimana aku ditata
Itu baru perihal makan
Belum tentang mencari makan


Bisa ku hanya mengerat lidah
Mengadu untung bagi si tunarungu
Lantas menunjuk arah kebahagiaan
Mengadu hari pada tunanetra
Tersenyum tanpa rasa untuk tunadaksa

Penuh luka dan kepalsuan
Terombang dalam hiruk ibu Kota
Merayu Tuhan untuk ketenangan
Sembari adu cerdik bersama malaikatnya
Lagi kata Ibu, Tuhan telah mengaturnya

Aku bisa apa jika sudah begitu
Semua yang ada saja dari-Nya
Lantas mana lagi sisa khawatir

Untuk sang inspirasi
Apel ku yang kian matang
Kau lebih beruntung dariku
Pesonamu bertebar dalam semua alunan
Gemilaumu tak pernah redup barang sedikit
Pusat dalam genggamanmu
Kau yang memilih manusia mana yang kau genggam
Maka tak ada khawatir bagimu
Bahkan bila itu hingga akhir

Related posts:

Surat untuk Wiras

Oleh: El Duhai Wiras Merah Mathari, kekasihku. Ras, masihkah kau merajuk? Kenapa mata kau sungkan menatapku? Ayolah, aku berjanji tak

Suara Hati Pusara

Oleh: Fadlin Yunus Halimah dengan muka menunduk, duduk di hamparan tanah seluas 800 meter persegi. Dengan mata sembab ia memegang

DESEMBER KESEKIAN

Oleh: Nur Fadliansyah Abubakar & A. Wafia Azzahra Makin perih namun teriris Semakin diam semakin sakit Lelah batin Ingin mati