Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi
Bagaimana kau di kota itu, Puan?
Kudengar sedang masuk musim basah
Tidak kah ingin bercerita?
Mungkin sudah terbawa suasana pantulan lampu-lampu kota di genangan air Semilir angin membawakan petrikor
Atau telah terdengar irama tetesan air
sisa hujan
—-
Berceritalah lebih dulu, Tuan
Aku masih menikmati balutan dingin malam ini
Menatap jalan pinggiran kota
Masih sama dengan genangannya yang tak pernah tenang
Bahkan tak ada lembayung yang tampak
Kurasa kau begitu beda dengan nada malam ini
Mungkin ada hal yang akan kau bagi, Tuan.
Jangan lagi berkata tak ada ide untuk melanjut
Jawabku masih sama
Kalau tak ada ide, tulis saja perasaanmu
Begitu kata orang
Kalau tak ada perasaan, Tinggalkan saja
Begitu kata yang lain
—-
Apa bisa begitu, Puan?
Aku….
Aku begitu terkesima
Itu masih rangkaian kata yang selalu membuat terpanah
—-
Kata mana yang membuatmu terpanah kali ini, Tuan?
Bukankah kataku selalu begini?
Hanya dapat memanah tanpa arah
Itu alasan targetku masih belum kugenggam
—-
Semua, Puan
Semua melodi terangkai menenangkan kalbu
Aku menemukan benang takdir kali ini
—-
Takdir apa lagi itu, Tuan?
Mungkinkah benangnya telah mampu mendekapmu kali ini?
Atau kah masih ada desir yang menyamankan bungkammu?
—-
Benangnya telah ku genggam begitu erat, Puan
Tak ingin ku lepas
Desir menggangguku?
Sang badai pun tak membuat terpenjat
—-
Siapa yang akan kalah lebih dulu, Tuan?
Benang itu akan kusut dan karut
Atau telapakmu terluka karenanya
—-
Kenapa begitu Kejam, Puan?
Memangkah takdir sudah demikian?
Tak kah kau dengar, bahkan sang malam sedih melihatku
Mengapa kau tajamkan benangmu?
Tak cukup kah selama ini?
—-
Benangnya tak penah ditajamkan, Tuan
Ia terbentuk demikian sejak mula
Bahkan jika hanya dianggap helaian tipis
—-
Lantas ini kah inginmu, Puan?
Bahkan helaian tipis tak pelik bagiku
Telah kulihat tindak tandukmu Biar kujalani amanatmu
Kugenggam hingga akhir
—-
Banyak inginku, Tuan
Setidaknya jelaskan dulu siapa aku
Biar jelas ku tunjukkan bagaimana benangnya harus dijaga
Atau bahkan benangnya menjadi batas kita.