web analytics
header

Dialog Temaram dalam Jemala

Sumber: Ilustrasi Penulis

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah

(Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas)

Bagaimana kabarmu?

Kabar saya baik, Tuan. 

Bagaimana sejak hari itu?

Sungguh, saya sudah membaik, Puan. 

Sepenuhnya?

Ya, saya harap secepatnya seperti itu, Tuan. 

Pikiranmu tidak terbebani oleh omongan orang-orang?

Tentu saja terbebani, Puan. Syukurlah semua hanya berat di awal. 

Semua yang mereka katakan itu benar?

Hmm… Saya pikir tidak sepenuhnya, Tuan. Banyak yang tidak mereka ketahui.

Lantas mengapa tidak kaujelaskan kepada mereka?

Saya anggap semua telah berlalu, Puan. Biarkan saja selesai seperti ini.

Tidak biasanya kau seperti ini. Ada apa denganmu?

Maaf, Tuan, tapi seperti apa saya biasanya?

Ke mana kau yang selama ini banyak bicara?

Masih di sini, Puan. Hanya saja, saya pikir membahas ini lebih banyak justru bisa membuatnya kian runyam.

Mengapa tidak kaucoba dahulu?

Sudah saya coba untuk sampaikan, Tuan. Tidak perlu ada dialog lagi sekadar untuk meraup pandangan baru orang-orang.

Mengapa kauanggap tidak perlu jika hingga saat ini kau belum membaik sepenuhnya?

Setidaknya senyum saya sudah kembali, Puan. Saya percaya, berdamai dengan keadaan tidak akan sulit. 

Kau tersenyum saat bersama orang lain, namun bagaimana di saat sendirimu?

Saya masih mengingatnya sesekali, Tuan, tapi itu bukan masalah yang berarti. 

Apakah itu artinya di hadapan orang lain kau hanya memberikan senyum palsu?

Tidak juga, Puan. Saya benar-benar bisa melupakannya untuk beberapa waktu.

Kau tidak ingin mencoba memberi tahu orang-orang tentang pikiranmu?

Bukankah kau justru hanya menyiksa dirimu sendiri?

Apa kau hanya akan berdiam diri di hari-hari berikutnya?

Berapa lama kau ingin bertahan dalam keadaan seperti ini?

Tuan, Puan, saya mohon percayalah kepada saya. Ini jalan yang saya pilih dengan segala kesiapan saya.  

Bisa saja kau mengulang kesalahan yang sama jika terus kausimpan sendirian, kau tahu?

Diamlah, Nona! Urus saja urusanmu sendiri!

Related posts:

Seling

Oleh: Imam Mahdi A Suara angin malam melambai,Di kegelapan, hati semakin teriris abai.Akhirnya kembali bertemu, meski hanya di alam maya,Namun

Sumber: Ilustrasi Penulis

DESEMBER KETIGA

Oleh: Nur Fadliansyah Abubakar dan A. Wafia Arwan Pabokori Terdiam ketika bahagiaTerberontak ketika bersalahBingungTapi itulah adanya Namun sulit hendak pergiNamun

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan