Penulis: Rastiawaty, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Kota Makassar belakangan ini dihadapkan pada masalah maraknya juru parkir liar yang meresahkan warga. Banyak laporan dari masyarakat mengungkapkan adanya pungutan liar di tempat-tempat strategis seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan kawasan wisata. Juru parkir ini sering kali menarik biaya parkir jauh lebih tinggi dari tarif resmi dan memaksa pembayaran bahkan di area yang seharusnya bebas parkir.
Fenomena ini menimbulkan beberapa pertanyaan: Mengapa praktik ini begitu marak di Makassar? Dan bagaimana penegakan hukum regulasi yang melindungi warga dari praktik semacam ini? Masalah ini perlu direspons dengan tegas untuk menjaga ketertiban dan melindungi hak-hak masyarakat.
Masalah parkir liar di Makassar bukan isu baru. Namun, lonjakan keluhan masyarakat menuntut perhatian serius. Tindakan juru parkir liar ini tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga melanggar berbagai peraturan. Retribusi parkir merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang seharusnya dikelola secara transparan. Namun, praktik di lapangan menunjukkan adanya dugaan potensi penyelewengan yang dapat merugikan keuangan daerah dan ketertiban umum.
Banyak juru parkir liar beroperasi tanpa izin resmi, memungut biaya parkir yang melebihi tarif resmi, dan bahkan di area bebas parkir tanpa memberikan karcis resmi sebagai bukti pembayaran. Praktik ini menciptakan ketidakpastian hukum dan keresahan di kalangan masyarakat.
Penyebab utama berlanjutnya masalah ini adalah lemahnya penegakan hukum dan kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah. Pasal 1 angka 8 dan angka 9 serta Pasal 10 huruf d Perda Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum dalam Daerah Kota Makassar sudah mengatur tempat parkir yang telah ditetapkan oleh Walikota, nilai tarif parkir dan kewajiban memberikan karcis resmi. Namun, implementasinya sering kali tidak efektif. Kurangnya koordinasi antar dinas terkait dan dugaan kolusi antara oknum aparat dan juru parkir liar memperparah masalah ini. Akibatnya, pendapatan dari retribusi parkir yang seharusnya masuk ke kas daerah justru jatuh ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pemerintah daerah sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk menertibkan juru parkir liar, seperti razia oleh Satpol PP Kota Makassar saat ini. Namun, fenomena ini tetap marak, menunjukkan bahwa tindakan represif saja tidak cukup. Dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka serta peningkatan kapasitas pengawasan oleh dinas terkait.
Secara hukum, keberadaan juru parkir liar melanggar ketentuan yang berlaku, termasuk Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur bahwa setiap penarikan retribusi harus disertai dengan bukti pembayaran yang sah. Perda Nomor 17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum dalam Daerah Kota Makassar juga mengatur bahwa parkir liar merupakan pelanggaran ketertiban umum yang dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana.
Sebagai contoh, Singapura telah berhasil menertibkan masalah parkir liar melalui penerapan sistem parkir elektronik yang ketat, di mana seluruh area parkir diatur secara transparan dan akuntabel. Setiap pelanggaran dikenakan denda tinggi dan penegakan hukum dilakukan dengan disiplin, menciptakan lingkungan parkir yang tertib dan menguntungkan.
Makassar seharusnya mengambil langkah tegas dan sistematis untuk mengatasi masalah parkir liar. Penegakan hukum harus diperkuat, pengawasan terhadap juru parkir harus ditingkatkan, dan inovasi seperti parkir elektronik perlu diterapkan untuk meminimalisir pungutan liar. Hanya dengan langkah-langkah nyata dan terkoordinasi, Kota Makassar dapat tercipta lebih tertib dan adil.
Pada akhirnya, masalah parkir liar ini menguji komitmen masyarakat dan pemerintah daerah untuk menciptakan kota yang aman, tertib, dan berkeadilan. Masalah ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut hingga menjadi budaya yang sulit dihilangkan. Kota yang tertib adalah kota yang menghargai hukum, dan menghargai hukum berarti menegakkan keadilan bagi semua pihak tanpa pandang bulu. Kini saatnya bagi Kota Makassar untuk bangkit dan menunjukkan bahwa ketertiban adalah prioritas yang tidak bisa ditawar lagi.