web analytics
header

Ancaman Terhadap Hak Privasi dan Kekerasan Berbasis Gender di Era Digital

Sumber: old.magdalene.com

Penulis: Gayatri, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari di era digital. Media sosial mempermudah komunikasi dan akses informasi dengan cepat. Penggunaannya tidak terbatas pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak.

Aktivitas yang dilakukan di media sosial sangat beragam, mulai dari membagikan kegiatan sehari-hari hingga mengunggah foto atau informasi pribadi. Namun, minimnya pengetahuan tentang penyebaran informasi pribadi di media sosial dapat menimbulkan berbagai kejahatan.

Kejahatan yang dapat terjadi di media sosial termasuk pengambilan informasi pribadi, pemalsuan identitas, dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Anak-anak dan perempuan menjadi kelompok yang rentan terhadap kejahatan ini. Mereka sering mengalami diskriminasi atau kekerasan berlapis.

KBGO Membayangi Perempuan dan Anak-Anak

Komnas Perempuan dalam Catatan Akhir Tahun 2022 melaporkan total 1.697 kasus KBGO yang dikumpulkan dari 137 lembaga layanan pengaduan di bawah jaringannya. Fenomena ini digambarkan sebagai gunung es, artinya masih banyak kasus yang belum diketahui atau dilaporkan.

Kasus KBGO terbanyak terjadi di ranah personal, dengan 821 kasus yang dilakukan oleh mantan pacar dan pacar. Pola yang dilakukan pelaku biasanya berupa ancaman atau balas dendam, seperti menyebarkan foto atau konten seksual untuk mengancam dan memeras korban.

Eksploitasi oleh pelaku menyebabkan hilangnya kontrol diri korban. Ini terjadi karena adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban. Hampir semua bentuk KBGO menyerang atau merampas hak privasi korban.

Berikut adalah 11 jenis tindakan yang termasuk KBGO:

  1. Cyber Grooming: Manipulasi seseorang agar merasa tidak berdaya dengan membangun kepercayaan.
  2. Cyber Hacking: Mengambil alih akun orang lain.
  3. Cyber Harassment: Ancaman pemerkosaan atau mengintimidasi orang lain.
  4. Cyber Flashing: Mengirim atau merekam gambar dan video alat kelamin tanpa persetujuan.
  5. Cyber Surveillance/Stalking: Menguntit atau meneror orang lain berulang kali.
  6. Impersonating: Meniru identitas orang lain untuk mempermalukan atau menipu.
  7. Morphing: Mengubah gambar atau video untuk merusak reputasi seseorang.
  8. Online Defamation: Menyebarkan informasi palsu untuk merusak reputasi.
  9. Non-Consensual Intimate Image (NCII): Menyebarkan konten intim tanpa persetujuan.
  10. Sexting: Mengirim atau mengunggah gambar seksual.
  11. Sextortion: Pemerasan seksual dengan menyalahgunakan kekuasaan.

Sementara itu, dalam Pasal 14 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), terdapat beberapa bentuk kekerasan seksual berbasis elektronik, antara lain perekaman atau pengambilan gambar bernuansa seksual tanpa persetujuan; mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual tanpa persetujuan penerima; dan penguntitan atau pelacakan menggunakan sistem elektronik untuk tujuan seksual.

KBGO saat ini membayangi perempuan dan anak-anak di Indonesia. Karena itu, komitmen dan upaya untuk menciptakan ruang aman bagi masyarakat saat mengakses teknologi digital sangat penting.

Hak Atas Privasi dan Data Pribadi

Foto atau video yang diunggah di media sosial merupakan hak pribadi. Seringkali, orang beranggapan bahwa konten yang telah tertera di media sosial menjadi hak publik, sehingga siapapun boleh menggunakannya. 

Penggunaan atau pengambilan foto tanpa izin tetap memerlukan persetujuan dari pemiliknya. Beberapa kasus menunjukkan pengambilan foto tanpa izin digunakan untuk memalsukan identitas hingga pelecehan seksual.

Perlindungan data pribadi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), terutama hak privasi di era digital, diatur dalam beberapa ketentuan.

Pertama, Pasal 12 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan bahwa:

“Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya, atau surat-menyuratnya, maupun diserang kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan semacam itu.”

Kedua, Pasal 17 dari Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menyatakan bahwa:

“Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dalam urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya, atau surat-menyuratnya, maupun diserang kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan semacam itu.”

Hak atas privasi, termasuk data pribadi, semakin kompleks untuk dilindungi seiring kemajuan teknologi. Hak-hak ini harus tetap dibahas dan dilindungi secara optimal agar tidak terabaikan.

Penulis merupakan salah satu peserta lokakarya akademik dan diskusi publik Gelombang Baru Aktivisme Pemuda dan Pelajar di Indonesia yang diadakan oleh EngageMedia. Selengkapnya di: https://engagemedia.org/

Related posts:

KAPITALISME DI BALIK PTN BH

Oleh: Muhammad Rizqi Ardian (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Transformasi Perguruan Tinggi Negri (PTN) menjadi perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH)