web analytics
header

Surat untuk Wiras

Sumber: Pinterest

Oleh: El

Duhai Wiras Merah Mathari, kekasihku.

Ras, masihkah kau merajuk? Kenapa mata kau sungkan menatapku? Ayolah, aku berjanji tak akan menahanmu lagi turun ke jalan.

Ras, kau tahu apa yang kupikirkan saat api menjenguk peti yang menampung tubuhmu?

Andai saja kau menyerah pada negeri ini. Andai saja kau menyudahi cintamu pada tanah ini. Andai saja kau memilih diam di atas semua ini.

Ah, sudahlah Ras! Kita putus saja!

Toh, negeri ini tidak kekurangan pria rupawan lebih dari engkau. Aku bisa memilih, si tampan staf khusus yang akan mempertanyakan keperawananku atau si lidah panjang yang dengan senang hati menjilat bokongku.

Tapi ku peringatkan, jangan sekali-kali kau sebut aku tukang selingkuh, Ras! Kau buat khianat lebih dulu. Kau lah yang berdusta! Engkau bilang kau paling cinta aku. Tapi cintamu lebih banyak pada negeri ini.

Padahal… padahal apa yang bisa dicinta dari negeri sialan ini, Ras? Apa?!

Sudahlah Ras, dibunuhnya kau—ah maksudku meninggalnya kau, itu memang salahmu! Salah kau menghalangi tugas (suci) mereka! Salah kau bikin kacau di negara (tertib) mereka! Salah kau menodai tangan (bersih) pengulur gaji mereka! Salah kau berteriak darurat di ruang makan mereka (yang tenang)!

Kau salah Ras, semuanya baik-baik saja. Kau hanya iri sebab tak diundang makan Sang Raja. Selepas dapat satu jatah kursi makan, kau mesti lah tak banyak bicara, perutmu penuh, mulutmu sibuk sendawa.

Tapi baiklah Ras…

Jika kau sedemikian murkanya, maka bangunlah. Kalau marah, jangan kepalang tanggung. Biar ku penggal tanganku yang menahanmu. Habisi mereka sebagaimana mereka menghabisi kau di trotoar jalan. Selesaikan. Selesaikan saja negeri ini. Supaya kami yang tersisa juga tidak menahan derita terlalu lama.

Tertanda Nilam yang cantik, kekasihmu.

RSJ Kasih Waras, 11 Februari 2025.

Related posts:

75 hari

Oleh: Rara Ainun Riskillah Tujuh puluh lima hari dalam pelukan malam Tidak ada batas yang jelas antara kemabukan duniawi dan

Sentuhan Metafisik

Oleh: Muhammad Fauzan MB Sartre menantang eksistensi dalam bayang bayang, tepatnya di tengah kebebasan yang menyesakkan Namun jika dia melihatmu,

Suara Hati Pusara

Oleh: Fadlin Yunus Halimah dengan muka menunduk, duduk di hamparan tanah seluas 800 meter persegi. Dengan mata sembab ia memegang