Oleh: Muhammad Supardi
Di balik meja kekuasaan kau duduk dengan angkuh,
Dengan tangan-tangan besimu, tinta hitam kau gores mencoret harapan.
Ketukan palumu menghancurkan segalanya
Selalu untuk untungmu, bukan untuk kami yang menanti di luar ruang.
Tangan besimu menekan keras, menutup pintu, merobek kertas,
Rezeki yang dulu mengalir tenang, kini mengering dalam genggamanmu yang beringas.
Dingin dan membatu, tangan itu menghancurkan ladang,
Menutup rezeki, menghapus senyum di wajah-wajah yang berharap terang.
Di lorong gelap, mereka meratapi nasib,
Mencari secercah rezeki demi sesuap nasi.
Di sudut jalan, di bawah lampu merah,
Isak tangis para pencari nafkah menggema lirih di angin malam.
“Di mana keadilan? Di mana nurani?”
Tanya mereka yang tak lagi memiliki kendali.
Saat kuasa menjadi Tuhan,
Dan tangan besi menulis takdir dengan sewenang-wenang.