web analytics
header

MAAF, KAMI LUPA HARUS DIAM

Sumber: Pinterest

Oleh : Mei Salwa Asahara

Ia lahir dari rahim sunyi, yang lelah melahirkan

kata “maaf” kepada dunia

untuk segala bentuk keberaniannya.

Dulu, Ia diajarkan bahwa anggun

adalah diam, tunduk, dan tersenyum meski diinjak

Sekarang ia belajar bahwa anggun

adalah berdiri tegak…..

Meski diseret keluar dari meja makan keluarga

karena bicara terlalu nyaring tentang keadilan.

Ia bukan gender,

bukan peran yang kau coretkan di papan tulis

dengan spidol biru dan merah muda.

Ia adalah pertanyaan yang tak mau dijawab dengan

statistik atau tradisi basi.

Mereka bilang,

“dunia sudah adil untukmu, lihat saja….. kau bisa bekerja, berbicara, bahkan memimpin.”

Ah, betapa cepat mereka lupa,

bahwa hak yang diperjuangkan

bukanlah hadiah dari kemurahan hati patriarki,

melainkan warisan dari luka yang dijahit dengan api

oleh perempuan-perempuan yang tak lagi takut terbakar.

Ia melawan bukan karena benci,

tapi karena cinta…..

pada dirinya sendiri, pada sesamanya,

pada generasi yang tak boleh lagi tumbuh

dengan pundak dibebani standar yang absurd.

Ia menyuarakan kesetaraan

dengan suara yang kau sebut kasar,

padahal hanya tidak melagukan kelembutan palsu

yang selama ini membuatmu nyaman.

Ia dipanggil “terlalu keras”

oleh mereka yang hanya bisa berbisik di balik layar. Dipanggil “terlalu bebas”

oleh mereka yang tak bisa hidup tanpa pagar.

Dipanggil “tidak tau tempatnya”

oleh mereka yang takut jika ia tahu

betapa kecil tempat itu sebenarnya.

Perempuan ini, ia tidak ingin jadi ratu

di papan catur yang hanya bisa

bergerak dalam aturan.

Ia ingin jadi tangan

yang membalikkan papan

saat permainan tak lagi adil.

Ia bukan pemberontak,

Ia hanya menolak untuk menjadi warisan.

Ia tak ingin dikenang sebagai yang diam demi damai,

tapi sebagai badai yang meneriakkan keadilan

di tengah doa-doa yang terlalu pelan.

Jadi jika kau melihatnya,

berjalan sendiri, berbicara lantang,

jangan tanya lagi kenapa ia begitu berani.

Tanyalah pada dunia,

kenapa ia harus berani?

Related posts:

Tangan Besi Perengut Rezeki

Oleh: Muhammad Supardi Di balik meja kekuasaan kau duduk dengan angkuh,Dengan tangan-tangan besimu, tinta hitam kau gores mencoret harapan.Ketukan palumu

Berita Duka Cita

Oleh: Claudia Aprilia Malam ini negeriku berkabung, Atas kebebasan yang mati perlahan. Ratapan tangis terdengar dari seluruh penjuru, Kaki-kaki berderap