Oleh: Najwa As Salsabila
Tentangmu, seolah menyesaki tiap arah angin yang tak bisa lagi diartikan arahnya. Tak ada wujud yang nyata, namun tiap kali angin berembus, bayangmu seolah sengaja ditebar ke mana-mana.
Dahulu, kau serupa rasa hembusan angin bulan Juni—tidak dapat kuprediksi. Cerah, namun rintik tetap jatuh dari perih sengatan matahari. Aku pikir itu sudah cukup membuat bingung, namun nyatanya, kelabu yang datang berkepanjangan setelahnya lebih tidak kuharapkan, bahkan tidak pernah kuperkirakan datang.
Aku kira,
lebih baik saat bisa membaca langit dengan pasti—
melihat ramalan, lalu bersiap, menetap di bawah atap saat tahu dengan pasti langit akan mendung.
Tapi ternyata, cuaca yang tak terprediksi jauh lebih baik daripada awan kelabu yang pasti, namun tak kunjung pergi.
Aku bukan peramal langit, tak andal menebak kapan petir datang. Namun saat tahu hujan akan berlangsung lama, aku mulai membenci langit, sebab aku benci ketika rambutku harus basah akibat hujan, atau menggigil akibat angin yang datang bersamanya.
Setelahnya, kau memang bilang hanya akan sekadar lewat, seperti pancaroba sebentar yang menyusahkan warga bumi lalu menghilang.
Tapi entah bagaimana, bayanganmu tetap menggantung seakan di sana, walau aku tahu sosok aslinya sudah berpergian entah ke mana—bagai kabut yang tak bisa kugenggam tapi nyata menghalangi pandang.
Kau bilang,
tak perlu menunggu musimmu kembali, karena kau tahu dengan pasti tak akan lagi datang menyapa.
Namun aku masih duduk, menatap cakrawala yang kosong, mencoba membaca langit, berharap angin membawa jejakmu kembali.
Aku sebenarnya tahu,
sudah saatnya membangun atap, menyiapkan pelindung dari hujan yang tak kunjung reda.
Tapi aku tetap menatap langit, menunggu celah cahaya khas milikmu.
Kadang aku mencari cerah di wajah tuan lain,
berharap mereka membawa matahari yang mungkin akan serupa nyamannya. Namun nihil—tiap tempat yang kusinggahi hanya menyimpan kamu dalam bentuk berbeda, seolah memastikan aku tetap mengingat bagaimana rasa bahagia saat berhasil menebak musim milikmu.
Mungkin saja ini semua karena khayalku sudah jelas menaruhmu selalu di sisi langit-langit favoritku.