web analytics
header

Wanita Jalang itu Temanku

unnamed
Google.com

Oleh : Hanifah Ahsan

Kata orang rindu dan kesendirian itu menyiksa, saking menyiksanya banyak orang berharap tak pernah merasakan, sayangnya dunia begitu kejam untuk manusia yang hidupnya baik-baik saja.

Malam ini, sama seperti malam-malam sebelumnya. Rutinitas manusia biasa yang senang menghabiskan waktu di kedai kecil persimpangan jalan dekat dari rumah, ditemani laptop dan kopi karamel latte kesukaannya.

“Sudah dua gelas saja.” Ucap seorang di depanku. Ku balas dengan anggukan kecil.

“Mau bagaimana lagi, sama sepertimu, dia terasa candu.” Balas ku singkat dibalas senyum kecil dari ujung bibirnya. Wajah manis kesukaanku.

“Lalu, apa lagi kali ini?” tanyanya menagih cerita.

“Tak ada yang spesial. Semua biasa saja.” Balasku tanpa melihat wajahnya. Pandanganku fokus pada sebuah potret lama di layar laptopku. Kami kembali hening.

“Aku Rindu, Ren.” Ucapku kembali memecahkan hening, dibalas cepat dengan wajah penuh tanya oleh Renata, orang yang duduk didepanku sedari tadi.

“Iya, aku rindu masa – masa ini.” lanjutku sembari menunjukkan padanya potret lama yang kulihat sedari tadi. Ia tersenyum.

“Akupun rindu, Yah, mau bagaimana lagi, temanmu pada saat itu telah lama mati. Jiwanya berganti dengan sosok yang dihadapanmu saat ini.” ucapnya diiringi meneguk es coklat pesanannya, kali ini, sudah gelas kedua.

“Kenapa harus pergi? Dia masih sama, tetap temanku. Tetap kesayanganku, kenapa dia harus mati?” aku mulai menunjukan kembali rasa kesalku.

“Kita sudah berapa kali membahas ini, Rey.” Ucapnya menenangkan.

“Dan berapa kali juga kita masih tak sependapat.”

“Wanita jalang tidak pernah bisa punya teman.” Singkat Ren.

“Tapi dia bukan jalang, dia temanku.” Tegasku dengan sedikit amarah.

Ren terdiam sesaat, aku juga.

“Seorang jalang tidak memiliki teman.” Suara Ren kecil terdengar, tak kubalas.

“Seorang yang hanya diminati tubuh dan parasnya, tidak bisa memiliki teman.” Ren mulai gemetar.

“Seorang yang hanya dimanfaatkan tubuh dan parasnya untuk kesenangan sesaat, tak pantas memiliki teman.”

“Seseorang yang hanya bisa menjual tubuh dan parasnya, tak bisa dinilai sebagai manusia biasa.”

“Untuk seorang jalang sepertiku, tak pernah ada lagi pertemanan yang tulus.” Suara gemetar Ren semakin terdengar dengan jelas.

Aku terdiam. Malam itu, Ren benar-benar memperjelas semuanya. Potret lama dilayar laptopku yang masih terbuka, terlihat dengan jelas wajah ku dan Ren beberapa tahun yang lalu, tahun – tahun sebelum Ren, perempuan kesayanganku, mendeklarasikan dirinya bukan lagi milikku.

Malam ini, Ren benar-benar memperjelas dirinya. tak adalagi Rey dan Ren seperti tahun-tahun sebelumnya. Ia berhasil membuatku merasakan sendirian. Ia berhasil membuatku merasakan kehilangan, ia juga berhasil membuatku merasa kesepian.

Malam ini, Ren benar-benar memperjelas keadaan, tak adalagi Rey dan Ren seperti tahun-tahun sebelumnya. Tahun-tahun yang akan kurindukan.

Aku terdiam sesaat.

“Wanita jalang itu, tetap temanku, baik dengan ataupun tanpa tubuhnya.”

Related posts:

Pemangsa Peradaban

Penulis: Verlyn Thesman (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Mau seperti apakah kaumku? Nyaman sudah tak pernah kami alami Tertutup tak tertutup

Temu

Penulis: Wriftsah Qalbiah (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Semilir rindu menaungi langkahku, Membawaku pada ruang sepi yang menanti sebuah temu. Bayangmu

Menumpang Tanya

Oleh: Athifah Putri Fidar Di atas bus yang berguncang lembut,kita berdiri bersebelahan,namun dengan debaran jantung yang tak seiramseperti dua ritme