Oleh: Saldy
Suatu hari di negeri nun jauh di sana
Yang sekelompok warganya sedang berkumpul
Dalam ruang gelap di sebuah opera
Yang dipercaya suci tapi sebentar lagi akan runtuh
seseorang memekik, dia adalah Angkuh
berteriak pada sosok tua dan renta, namanya Hukum
Turunlah kemari bersamaku,
Singgasanamu sebentar lagi akan runtuh
Percaya padaku, akan kuberikan apa yang kau butuh
Uang dan kekuasaan ada dibawah kendaliku, jadi tenang saja Pak Tua
Jangan percaya dia!
Suara lantang terdengar dari sisi seberang
Perawakan tinggi kurus dengan perut buncit
Berlari tergopoh-gopoh sambil berteriak
Aku Rakus!
Jangan ikut bersamanya, ikutlah denganku
Karena semuanya telah menjadi milikku
Harta, tahta, wanita adalah aku
Dan kau juga harus demikian jadi milikku
Hukum perlahan berjalan menuruni tahtanya
Sedikit demi sedikit anak tangga dituruninya
Sekarang didepannya terduduk sosok murung
Hai anak muda, tempat ini segera hancur, mari bergegas
Tidak, tidak, tidak
Lirih berulang kali diucapkan tidak oleh sosok murung itu
Tidak ada yang bisa kita lakukan
Kita hanya perlu menunggu ada yang menyelamatkan kita dan membangun ulang istana ini
Hukum melanjutkan jalannya,
Menuruni satu persatu anak tangga dan kembali bertemu sosok yang lain
Wahai anak muda, apakah kau mengenal sosok murung di atas
Tentu saja, dia adalah Pesimis
Tuan Hukum, izinkan aku ikut bersamamu, aku akan selalu berada di sisimu
Begitukah? siapakah kau anak muda?
Aku adalah Jujur, aku kesepian di tempat ini, bawa aku
Sampai pada lantai terbawah,
Hukum dan Jujur berhadapan dengan Angkuh dan Rakus
Tembok-tembok mulai roboh berjatuhan
Sebentar lagi ruangan itu akan rata dengan tanah
Siapa yang kau bawa, Hukum
Aku tarik kembali kata-kataku
Kau tidak akan kuselamatkan jika membawa Jujur
Jelas Angkuh sambil berjalan keluar
Rakus dengan liur berjatuhan menyeringai pada Jujur
Dia hanya akan menghambat!
sambil menyeret kantung-kantung uang dan wanita-wanitanya,
Rakus tergesa-gesa berjalan mengikuti Angkuh dengan kendaraan mewah dan pengawal
Tidak ada yang akan menyelamatkan kita
Teriakan ratapan dari Pesimis
Bagai menggoyah reruntuhan bangunan
Seperti daun yang berjatuhan tertiup angin
Dari sudut ruangan
Berjalan Adil yang menunduk tak semangat
Hendak meninggalkan panggung
Namun nyaris terbunuh tertimpa reruntuhan
Beruntung berhasil ditarik diselamatkan Hukum
Hari itu keadilan tidak jadi mati
Dari puing-puing reruntuhan
Sosok tua yang lebih tua dari hukum berdiri
Sedikit kesulitan menopang kakinya,
Namun dengan tekad dan keberanian
Sosok itu berkata, ikuti aku, aku tau jalan keluarnya
Hukum, Adil, dan Jujur berjalan,
Mengikuti sosok tinggi yang sedikit bungkuk itu
Mereka tiba pada cahaya di ujung lorong
Aku hanya mengantar kalian sampai sini,
Pesanku padamu Hukum, carilah Adil dan Jujur-Jujur lainnya
Bangun kembali istanamu
Kelak kau kan temukan aku di sana
Sepatah kata yang ditinggalkan sosok itu
Sebelum kembali masuk ke panggung opera yang hampir runtuh
Hukum dengan refleks melontarkan pertanyaan,
Hei, kenapa kau masuk kembali
Itu berbahaya, ikutlah bersama kami
Sosok itu menyahut dengan singkat,
Tenang saja, aku tidak akan pernah mati
Wahai Adil dan Jujur, apakah kau kenal dengan sosok itu
Ya, sudah lama tidak melihatnya
Bijaksana.