web analytics
header

75 hari

Sumber: Pinterest

Oleh: Rara Ainun Riskillah

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan malam

Tidak ada batas yang jelas antara kemabukan duniawi dan kesadaran

Mata tertegun oleh angan serta mimpi-mimpi

Sehingga kita buta tidak tahu arah

Bola mataku tertipu

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan siang

Tiara hedonisme bagaikan karisma

Gala nafsu mengaburkan pandanganku

Koalisi pikiran dan panca indera memenangkan pertarungan atas fitrah

Meski fitrah selalu bersama kebenaran

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan materi

Daya imajinasi akan semakin indah

Sehingga diracuni elegansi materialisme

Terseret ke dalam lembah kegelapan

Dalam ekstase yang membungkam perasaan

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan alam

Hati terbalut oleh indahnya tambang emas dan berlian

Dan kita tahu itu indah

Namun jiwaku lesuh tidak jua meronta

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan struktural

Langkah kaki seolah-olah berada di Syurga

Walaupun aku sadar

Telah terjebak dalam kerangka amoral

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan kekuasaan

Mentari berbisik penuh diplomatis

Bisikan yang lirih dan penuh nurani

Embun pagi menetes penuh pesan

Betapa indahnya menghargai kata hati

Tujuh puluh lima hari dalam pelukan intelektual

Diriku tergulai oleh daya nalar begitu menyesatkan dan memabukkan

Sehingga bermimpi berada pada suatu kesuksesan

Tujuh puluh lima hari lamanya

Batinku dibasuh tetes bening embun pagi

Diterbangkan angin malam yang misterius

Dan rembulan menggantinya dengan sejuta harapan

Apakah semua itu pelukan terindah?

Tidak… dan tidak

Pelukan terindah adalah pelukan Tuhan

Akhir dari perjalanan

Cita-cita

Impian

Angan

Serta Keagungan.

Related posts:

Sentuhan Metafisik

Oleh: Muhammad Fauzan MB Sartre menantang eksistensi dalam bayang bayang, tepatnya di tengah kebebasan yang menyesakkan Namun jika dia melihatmu,

Surat untuk Wiras

Oleh: El Duhai Wiras Merah Mathari, kekasihku. Ras, masihkah kau merajuk? Kenapa mata kau sungkan menatapku? Ayolah, aku berjanji tak

Suara Hati Pusara

Oleh: Fadlin Yunus Halimah dengan muka menunduk, duduk di hamparan tanah seluas 800 meter persegi. Dengan mata sembab ia memegang