Oleh: Rara Ainun Riskillah
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan malam
Tidak ada batas yang jelas antara kemabukan duniawi dan kesadaran
Mata tertegun oleh angan serta mimpi-mimpi
Sehingga kita buta tidak tahu arah
Bola mataku tertipu
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan siang
Tiara hedonisme bagaikan karisma
Gala nafsu mengaburkan pandanganku
Koalisi pikiran dan panca indera memenangkan pertarungan atas fitrah
Meski fitrah selalu bersama kebenaran
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan materi
Daya imajinasi akan semakin indah
Sehingga diracuni elegansi materialisme
Terseret ke dalam lembah kegelapan
Dalam ekstase yang membungkam perasaan
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan alam
Hati terbalut oleh indahnya tambang emas dan berlian
Dan kita tahu itu indah
Namun jiwaku lesuh tidak jua meronta
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan struktural
Langkah kaki seolah-olah berada di Syurga
Walaupun aku sadar
Telah terjebak dalam kerangka amoral
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan kekuasaan
Mentari berbisik penuh diplomatis
Bisikan yang lirih dan penuh nurani
Embun pagi menetes penuh pesan
Betapa indahnya menghargai kata hati
Tujuh puluh lima hari dalam pelukan intelektual
Diriku tergulai oleh daya nalar begitu menyesatkan dan memabukkan
Sehingga bermimpi berada pada suatu kesuksesan
Tujuh puluh lima hari lamanya
Batinku dibasuh tetes bening embun pagi
Diterbangkan angin malam yang misterius
Dan rembulan menggantinya dengan sejuta harapan
Apakah semua itu pelukan terindah?
Tidak… dan tidak
Pelukan terindah adalah pelukan Tuhan
Akhir dari perjalanan
Cita-cita
Impian
Angan
Serta Keagungan.