web analytics
header

Mandat Diberi, Suara Dikhianati, Keputusan Diingkari?

Sumber: wsb.com

Oleh: Yanto (Salah Satu Mahasiswa Angkatan Addendum 2023)

Saya menulis bukan dengan kemarahan, tetapi dengan keprihatinan yang lahir dari ruang musyawarah yang kehilangan maknanya. Awalnya, kabar mandat dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin kepada angkatan saya—Addendum 2023—disambut dengan gegap gempita. Kami merasa dihargai, diberi ruang untuk berproses, dan dipercaya untuk membentuk kepanitiaan Pembinaan Mahasiswa Hukum Tahap II.

Sepuluh nama mengajukan diri sebagai calon ketua panitia—sebuah angka yang melambangkan gairah kolektif kami untuk berpartisipasi dan mengabdi. Ketua angkatan kami, Nafi, merespons mandat itu dengan semangat keterbukaan. Ia menginisiasi forum musyawarah, yang bagi saya adalah simbol dari harapan: bahwa suara kami akan bermuara pada keputusan bersama yang bermartabat.

Namun harapan itu perlahan memudar. Hasil musyawarah kami yang telah dilalui dengan diskusi panjang, pemikiran jernih, dan niat baik, diabaikan. Bukan karena tak bermutu, tapi seakan tak dianggap. Sebagai warga angkatan, saya tercekat. Tak mampu berkata-kata, namun hati saya penuh tanya: apakah ini yang disebut sebagai insan yuris?

Saya datang jauh dari Maros, bukan untuk jadi penonton. Saya hadir karena ingin bersuara, ingin turut membangun. Tapi ketika suara saya, suara kami, tak dianggap dalam pengambilan keputusan, saya bertanya pada diri sendiri: Kalau begini, untuk apa ada angkatan? Untuk apa disebut “satu angkatan” jika nilai-nilai kesatuan itu sendiri tidak mampu dijunjung?

Saya tidak menyalahkan siapa pun secara personal. Tapi saya meragukan sistem yang menjanjikan musyawarah namun menutup telinga pada hasilnya. Di tengah fakultas yang mengajarkan teori keadilan, kami justru dihadapkan pada praktik yang tidak merefleksikan nilai itu.

Sebagai warga Addendum 2023, saya tetap percaya: bahwa kami mampu. Bahwa kami layak untuk diberi ruang yang setara.

Maka saya menulis ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk mengingatkan: bahwa suara kami tidak hanya ingin didengar, tapi juga dimaknai. Bahwa angkatan bukan sekadar label administratif, tapi sebuah komunitas yang harusnya saling menjaga menghargai dan bersatu.

Salam reflektif,

Seorang warga Addendum 2023.

Related posts:

Mufakat: Musyawarah Cepat tapi Cacat

Oleh: Alif Ahmad Fauzan (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin) Berangkat dari seutas pertanyaan yang sampai sekarang tak terjamah di grup