Makassar, Eksepsi Online-Penyelenggaraan Pengkaderan Mahasiswa Hukum tahap I (PMH I) Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) selama Sabtu-Minggu (29-30/11) diawasi oleh Panitia Pemantau Pelaksana PMH I. Dalam SK Dekan FH-UH No. 8340/UN4.6/KP.24/2014, panitia pemantau terdiri dari sejumlah dosen dan pegawai akademik, serta anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH-UH. Wakil Dekan III FH-UH ditetapkan sebagai koordinator, sedangkan Dosen Bagian Hukum dan Pembangunan Hasbir Paserangi ditetapkan sebagai ketua. Namun, pengawasan teknis terhadap prosesi PMH I dilakukan oleh 11 orang anggota DPM. Mereka melakukan koordinasi langsung dengan pengurus BEM FH-UH dan Ketua Panitia PMH I sebagai pelaksana. Sedangkan anggota panitia pemantau dari pihak dosen dan pegawai akademik berfungsi untuk menjamin kelancaran dan memfasilitasi kegiatan.
Ketua DPM Arman Passu menerangkan bahwa hadirnya panitia pemantau didasarkan pada aturan pembinaan mahasiswa dan konsep PMH I yang telah disetujui bersama antara mahasiswa dengan pihak birokrasi kampus. “Pemantau diadakan karena acuannya di pedoman pambinaan mahasiswa. Kalau ada yang menyimpang dari pedoman, kita lapor langsung ke BEM, lalu BEM lapor lagi ke Ketua Panitia untuk diadakan rapat terkait permasalahan itu. Misalnya berbicara yang tidak sepantasnya ataupun kekerasan fisik,” jelas Arman.
Panitia pemantau diakui Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FH-UH sengaja dibentuk untuk menjamin agar penyelenggaraan PMH I tidak menyeleweng dari konsep dan aturan PMH yang telah ditetapkan. Setelah ia menelaah konstitusi dan peraturan Keluarga Mahasiswa (KEMA) FH-UH, lalu mengetahui fungsi DPM termasuk mengawasi penyelenggaraan PMH, DPM pun dimasukkan dalam Panitia Pemantau. “Tim pemantau kalau dari fakultas selalu ada dari sebelumnya. Mahasiswa saya libatkan karena saya mengacu ke konstitusi mereka (Konstitusi KEMA, red) juga bahwa salah satu fungsi dewan perwakilan mahaiswa adalah melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh badan eksekutif mahasiswa,” jelas Hamzah.
Pada pelaksanaan PMH I hari pertama, sejumlah perbedaan nampak dibanding tahun sebelumnya. Di antaranya adalah embel-embel atribut yang tidak lagi beragam, perlakuan yang jauh dari kesan keras secara fisik maupun verbal, serta pemulangan peserta tepat pukul 17.00 Wita. Ditanyai mengenai perubahan metode PMH I tahun ini, Hamzah menilai itu sebagai hasil dari kesepakatan konsep antara mahasiswa dengan pihak dekanat. Selain itu, perubahan istilah dari pengaderan menjadi pembinaan menurutnya harus ditindaklanjuti pula dengan perubahan pendekatan. “Proses pembinaan yang dulunya disebut pengaderan itu tidak harus dengan kekerasan. Bahkan malah sebenarnya, bagaimana doktrin-doktrin kita itu bisa diterima oleh akal mereka (peserta PMH I, red) dengan baik, bukan dengan pemaksaan sikap dan perilaku,” Jelas Hamzah.
Hamzah menegaskan bahwa konsep PMH I harus disesuaikan dengan perubahan aturan tentang pembinaan kemahasiswaan. Harapannya, kegiatan tersebut mencapai tujuan dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Prinsip kekeluargaan harus dikedepankan dalam penyelenggaraan PMH I katanya.
Ketua Panitia PMH I Muhammad Alqadri mengatakan tidak mempermasalahkan perubahan pendekatan penyelenggaraan PMH I tahun ini. Lebih penting menurutnya adalah tercapainya tujuan PMH I, termasuk menciptakan kebersamaan, saling mengenal, serta menanamkan norma kesopanan dan kedisiplinan. Untuk itu, materi disajikan secara indoor kepada peserta. Materi pada hari pertama adalah Sejarah Pergerakan Mahasiswa dan Sejarah Hukum Indonesia. Sedangkan pada hari kedua, akan diberikan materi Kepancasilaan. “Saya tidak peduli tampakan, tapi saya lebih peduli esensinya. Itu yang paling penting,” ungkapnya.
Di sisi lain, Presiden BEM FH-UH Dhian Fadlhan Hidayat menilai diferensiasi pendekatan dalam melakukan pengaderan perlu dilakukan. Tujuan pengaderan merupakan hal yang harus diutamakan baginya, namun sulit tercapai jika metode yang digunakan kaku. “Inti dari pengaderan kan penanaman nilai. Mau keras atau lembut, itu kan prosesnya. Hasil dari pengaderan itu yang mau kita lihat, apakah nilai tertanam atau tidak. Kita harus melihat karakter per mahasiswa, apakah karakternya mesti dikerasi atau kita mesti lembut berperilaku dengan dia. Kita tidak bisa samakan perlakuan kita sama semua orang, karena proses penanaman nilai kita harus lihat bagaimana cara yang tepat untuk menanamkan nilai kepada orang tersebut apakah perlu dikerasi atau tidak,” Jelas Fadlhan.
Fadlhan mengharapkan agar PMH tidak diikuti sekadar formalitas, tetapi untuk mendapatkan pemahaman dan pendalaman terhadap nilai kabajikan. Apalagi, ia menyatakan bahwa akan dilakukan evaluasi untuk menguji pemahaman peserta terkait materi PMH yang juga menjadi penentu diterima tidaknya peserta menjadi anggota KEMA.
Ditemui di sela-sela kegiatan, Ahmad Yani menuturkan bahwa ia mengikuti PMH I karena berdampak pada pembentukan karekternya sebagai mahasiswa. Ia juga menilai pengaderan akan membentuk daya kritis dan empati terhadap keadaan masyarakat. Selain itu, ia juga mengungkapkan keinginannya bergabung dengan organisasi intra FH-UH selepas melulusi PMH.
Mengenai metode, Ahmad menilai pendekatan nalar tanpa kekerasan akan lebih ampuh membentuk karekter mahasiswa. Untuk itu, ia mengharapkan materi disajikan secara dialogis. “Pemateri jangan terlalu kaku. Jangan terlalu menguasai forum. Serahkan juga ke mahasiswa agar dialog-dialog terjadi, karena diharapkan pesertanya aktif, kan ini adalah pembinaan,” ungkapnya.
Sebelumnya, jadwal kegiatan PMH I molor dari perkiraan akibat sulitnya menyatukan konsep PMH antara pihak lembaga kemahasiswaan dengan dekanat. Setelah rencana dilaksanakan tanggal 15-16 Desember, akhirnya ditunda karena bertepatan dengan penyelenggaraan Rakor Unhas. Diancang-ancang terlaksana tanggal 22-23 Desember, namun kembali ditunda karena tidak kondusifnya waktu pasca libur tiga hari (19-21/11) akibat tawuran demo tolak kenaikan harga BBM di Pintu I Unhas. (RTW)