Pemimpin yang ada sekarang hanya mempertahankan pakem pemerintahan yang ada, dan tidak mampu memberi perubahan yang berarti. Sebuah pengantar yang dibacakan oleh Najwa Shihab dalam acara off air Mata Najwa yang berlangsung di Baruga A.P Pettarani Unhas, pada hari Jumat (21/12). “Pemimpin bernyali” menjadi tema acara, yang berlangsung pukul 14.00-16.30 Wita. Hadir dalama cara tersebut, Rektor Universitas Hasanuddin, Idrus Paturusi, sebagai pembuka acara yang dihadiri oleh kurang lebih empat ribu orang.
Dalam acara tersebut, hadir empat orang yang sangat populer di media massa akhir-akhir ini, terkait dalam permasalahan hukum atau wacana menjelang pemilu presiden 2014. Mereka adalah Abraham Samad (Ketua KPK), dan tiga orang yang digadang-gadang menjadi kandidat terkuat pada pemilu presiden tahun 2014, yaitu Jusuf Kalla (Ketua Umum PMI), Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstitusi), Dahlan Iskan (Menteri BUMN). Prediksi tersebut bahkan diperkuat hasil survei oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menempatkan ketiga tokoh tersebut di peringkat teratas sebagai kandidat calonp residen yang terkuat untuk pemilu 2014.
Menanggapi mengenai tema yang diangkat, Jusuf Kalla menyatakan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mempu bertindak sigap terhadap segala permasalahan yang dihadapi, dan senantiasa mendahulukan fungsidan tujuannya sebagai pemimpin dari pada kepentingan politik. Baginya pemimpin harus mempunyai ketegasan dalam mengambil keputusan, terutama karena kedudukannya yang diamanahkan dan memimpin banyak orang dengan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.
Menelisik mengenai kepemimpinan, Mahfud MD menyatakan bahwa pemimpin di Indonesia masih terpenjara dalam ketakutannya sendiri. Baginya, solusi untuk menjadi pemimpin yang bernyali adalah transparan jika menyangkut kebenaran, sehingga tidak terjadi sekat dan terjalinlah komunikasi yang baik dengan pihak lain, terutama antarlembaga negara. Kemudian, tidak memiliki tujuan memimpin kecuali berbakti kepada pihak yang dipimpin. Dan kiat terakhir adalah melepaskan diri dari sanderaan kesalahan masa lalu, bahwasanya seseorang pasti pernah berbuat kesalahan yang dapat membuat trauma untuk memimpin, atau menjadi alat pengkerdilan jiwa pemberani oleh pihak-pihak lain dengan ancaman pengungkitan kesalahan.
Dari perspektif Dahlan Iskan, pemimpin harus memimpin berlandaskan akal dan hati nuraninya, jika keputusan yang akan diambil telah dibenarkan oleh akal dan hati nurani, maka harus dilaksankan tanpa rasa ragu. Selain itu, menurutnya pemimpin harus bertindak secara ideologis, sehingga tidak mudah terombang-ambing oleh tekanan dari luar. Bagi Abraham Samad, landasan untuk menjadi seorang pemimpin yang bernyali adalah menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu karena itu adalah ibadah. Sambil mengutip kisah bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menyatakanakan memotong tangan anaknya sendiri, Fatimah, jika ia terbukti mencuri.
Keempat tokoh yang merupakan aktivis di berbagai organisasi kemahasiswaan semasa kuliah menyepakati bahwa keberanian merupakan sifat yang mutlak dimiliki seorang pemimpin, tidak menghindari permasalahan yang timbul, tetapi menghadapi dan menyelesaikannya. Menyangkut mahasiswa di Makassar sebagai calon-calon pemimpin bangsa, Jusuf Kalla mengamanahkan agar perilaku mahasiswa Makassar tidak terkesan pa’bambangan na tolo, tetapi harus pa’bambangan na macca. Dalam artian mahasiswa makassar yang identik dengan semangat dan emosi yang menggebu-gebu seharusnya tidak ditujukan untuk malakukan tindakan bodoh, seperti tindakan anarkis, tetapi menyalurkannya untuk kegiatan yang bermanfaat. (RTW)