Hasbi Assiddiq
(Pengurus LPMH-UH Periode 2017-2018)
Merefleksi kembali semangat awal dari kemerdekaan bangsa ini yang menjelaskan bahwa, “Kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia, harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” sebagai bangsa yang merdeka yang berhak menentukan nasibnya sendiri menjunjung tinggi hal tersebut sudah seharusnyalah kita bertanggung jawab untuk menjaga hak setiap individu dan kelompok untuk tidak diintimidasi dan dijajah oleh kelompok lain dengan menjaga haknya untuk berserikat dan menentukan nasibnya sendiri yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Menjadi tanggung jawab kita bersama dengan kebebasan tersebut untuk ikut membayar utang terhadap pembebasan saudara kita di Palestina dan daerah lain yang masih terjajah, sampai saat ini yang masih tetap berada dalam cengkraman zionis yang dibantu oleh raksasa iblis dunia, diperbudak dengan teror yang terus-menerus mereka reproduksi untuk menebarkan propaganda kebencian dan ketakutan kepada seluruh masyarakat di wilayah tersebut untuk menyampaikan pesan kepada dunia bahwa merekalah yang berkuasa di dunia ini, dan semua negara harus tunduk pada mereka.
Siapapun orang di dunia ini yang mengklaim dirinya sebagai pejuang kemanusiaan, aktivis hak asasi manusia bertanggung jawab atas pembebasan Palestina dan daerah tertindas lainnya. Mereka bertanggung jawab atas penegakan keadilan dengan terpenuhinya hak mereka yang tertindas, untuk mewujudkan bersama-sama nilai kemanusiaan yang terlihat dengan kepedulian terhadap saudara kita tersebut.
Sengketa politik yang terjadi di Timur Tengah bukan hanya sekedar sengketa yang tak berdampak pada kita, penindasan yang terjadi, perampasan hak setiap individu untuk bebas menentukan sikap politiknya sendiri merupakan hal yang bisa saja menimpa kita saat ini, di tengah arus politisasi keyakinan untuk kepentingan kelompok tertentu yang sangat rentan mengakibatkan perpecahan di tengah masyarakat kita saat ini.
Sebagai seorang yang bebas dan merdeka, maka setiap orang yang memiliki keyakinan tertentu harus menjaga hak kebebasan orang lain untuk menentukan sikap tanpa intimidasi yang akan mengintervensi kebebasan yang dimiliki oleh orang lain, yang pada akhirnya merampas haknya pula, sehingga suatu keniscayaanlah untuk menjaga hak tersebut. Inilah esensi dari hukum itu sendiri untuk menghadirkan ketertiban dalam masyarakat dengan menjaga hak setiap orang dalam masyarakat tersebut agar tidak dirampas oleh individu ataupun kelompok lain.
Persekusi, yakni praktik peradilan jalanan yang dibuat oleh kelompok tertentu hadir belakangan ini pada masyarakat kita sebagai tanda sudah merebaknya kelompok ekstrimis yang merampas kebebasan, penghakiman sendiri, klaim terhadap kebenaran dukungan suara mayoritas yang kalau kita sedikit saja menganalisa mereka hanya suara minoritas yang gaungnya besar dikarenakan oleh diamnya mayoritas yang banci tak jelas kelaminnya takut untuk melawan, terlalu nyaman dengan kondisi mapan sehingga tak lagi ingin sibuk untuk mengurusi persoalan intoleran yang menggerus nilai-nilai keberagaman kita.
Kompleksitas dari permasalahan ini sehingga kita disibukkan dengan persoalan sektarian yang terus merongrong untuk memecah belah, hingga kita lupa saudara kita yang masih belum merdeka sampai saat ini, ditengah kemerdekaan yang kita dapatkan mereka belum bisa merasakan kenikmatan beribadah Ramadhan, seperti yang selalu kita rasakan tiap malamnya, bersuka cita dengan keluarga, bersenda gurau hingga letih disapa oleh malam, hal yang mustahil mereka rasakan dikarenakan harus waspada terhadap bom yang setiap saat bisa jadi mengancam harta dan nyawa mereka, disamping itu telah menjadi korban dari keganasan kaum ekstrimis dengan bekerja sama dengan zionis yang menyebar ketakutan dengan bantuan kelompok seolah bereligi sumbu pendek yang terpukau dengan janji-janji nirwana dengan bidadari, sehingga agama menjadi candu yang ditunggangi oleh agenda zionis tersebut ke seluruh penjuru dunia.
Dengan kebijakan politik yang sudah memperjelas dirinya dengan transaksi senjata yang paling terbesar di dunia, semakin memperjelas posisi mereka di percaturan konflik global saat ini, mengukuhkan pondasi kekuatan dengan memperlihatkan kepada dunia bahwa merekalah yang paling kuat di dunia ini dengan transaksi senjata yang terbesar, melibatkan negara raksasa sebagai simbol penjaga keamanan yang memiliki hak untuk mengintervensi kondisi politik setiap negara merdeka dengan dalih menjaga kondisi keamanan global, Vietnam, Afganistan, dan Irak menjelaskan siapa mereka. Padahal jika kita mau sedikit melebur mungkin benang kusut tersebut masih dapat kita luruskan dengan tangan maka tidak perlu menggunakan gunting untuk memperbaikinya.
Mereka menyebar ketakutan kepada seluruh penduduk dunia untuk tunduk pada mereka, seolah-olah dengan tunduk pada mereka maka negara tersebut akan aman, padahal kalau kita mau sedikit berfikir sejenak rasa aman yang mereka berikan tiada lain adalah alat untuk membuat kita semakin bergantung kepada mereka, menjadikan kita boneka mereka, budak mereka, neo kolonialisme post modern yang telah mereka buat sekarang ini, dengan ketergantungan ekonomi, sosial, teknologi, dan budaya yang disebarkan ke tengah masyarakat dengan menyulut ketakutan kepada masyarakat.
Nah, sekarang melihat kondisi yang terjadi di negeri kita, benih-benih ekstrimis sudah terlihat jelas dengan isu persekusi tadi, kebebasan mengemukakan pendapat dan pemikiran yang dibatasi dengan isu sektarian dan primordialisme kelompok telah membuat benih ekstrimis tumbuh subur, mengklaim diri dan kelompoknya sebagai pemilik otoritas kebenaran sehingga diri dan kelompok selain dia menjadi ‘halal’ untuk diintimidasi dan diambil hak berbicaranya. Inilah yang harus kita sadari dan pahami bersama untuk menjaga stabilitas keamanan di negara kita, menjaga utuhnya kebangsaan kita dengan isu keberagaman yang dilempar ke permukaan.
Semakin meningkatkan integrasi antar kelompok menyadari keberagaman sebagai suatu keniscayaan dan perbedaan pendapat adalah hal yang mutlak sehingga musyawarah hadir untuk saling memahami kondisi bersama untuk bagaimana kemudian menjalani kehidupan dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan tersebut, yang paling penting adalah pemetaan dengan memahami musuh dari kita semua adalah kelompok intoleran, ekstrimis yang memecah belah.
Kelompok elit yang berusaha memanfaatkan hal tersebut untuk menunggangi kita dengan kepentingannya dengan transaksi senjata yang menebar ketakutan, inilah musuh kita bersama penindasan atas nama keamanan, tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang terlahir menjadi budak bagi manusia yang lain, sehingga perjuangan melawan penindasan tersebut adalah hal yang harus kita jaga bersama untuk kehidupan yang manusiawi sehingga tiada kata selain lawan penindasan untuk memanusiakan manusia. Pembebasan Palestina adalah hal yang menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai makhluk pecinta kebenaran dan keadilan.!!!