web analytics
header

Terorisme dan Provokasi Media

Siang tadi kami bercengkerama dengan salah seorang hakim anggota yang mengadili perkara pidana korupsi yang terjadi di kubu POLRI terkait penerimaan anggota baru di kepolisian. Sebelum sidang dimulai, bersama dengan teman saya, Dima Adinsa, sebagai kru KPK yang ditugasi untuk mengawal kasus ini, kami dengan hikmat mendengarkan curahan hati dari hakim tersebut. Beliau tidak banyak mengomentari kasus kepolisian, yang menjadi sorotannya adalah tingkah laku wartawan yang biasa meliput di Pengadilan Negeri Makassar. Beliau sangat muak dengan tingkah laku pemburu berita itu. Beliau juga menyampaikan bahwa mereka bukan dituntut untuk memberikan asupan yang baik untuk rakyat sesuai kode etiknya, tetapi sepertinya mereka kebablasan dengan permintan anak-istri untuk mencari makan.
Beliau melanjutkan ceritanya bahwa dia pernah didatangi oleh seorang wartawan untuk dimintai keterangannya mengenai putusan yang dikeluarkannya untuk sebuah perkara. Bukannya menjawab pertanyaan, beliau justru memarahi wartawan itu. Alasan mengapa beliau justru naik pitam saat diwawancarai adalah karena para wartawan tersebut tidak mengikuti persidangan dari awal. Beliau menganalogikan, meliput sebuah kasus persidangan sama halnya seperti meliput pertandingan bola. Jangan diliput hanya pada saat terjadinya gol, tapi kita juga harus mengikuti alur terjadinya gol. Apalagi terhadap persidangan yang sangat sensitif dan multitafsir.
Beliau juga menghubungkan Teroris (intended audience) dengan Pers. Banyak dari kalangan pers tidak menyadarai ataupun pura-pura tidak sadar kalau ternyata berita yang dipublikasikan dapat menimbulkan konflik sosial. Tak ubahnya sebuah konflik pasti memberikan banyak dampak negatif. Tentu ini adalah merupakan teror. Pihak yang harus ditangkap sebagai pelaku terorisme bukanlah mereka yang mempunyai majelis-majelis dakwa atau berciri khas janggut. Tetapi mereka yang membesar-besarkan sebuah isu sehingga membuat cemas masyarakat dan berujung konflik. Apalagi jika menyebabkan banyak korban jiwa. Saya mencoba mencari data yang akurat berapa jumlah orang yang meninggal, menderita kemiskinan, dan lain-lain yang menyengsarakan karena provokasi media.
Menurut data dari Wikipedia Indonesia, korban karena terorisme beberapa peristiwanya meliputi:  Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981: korban tewas 2 orang.  Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000 korban tewas 1 orang, 21 luka-luka.  Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000, 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka, 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan. Bom Malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak. Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001 di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas. Bom Plaza Atrium Senen, Jakarta, 23 September 2001, 6 orang cedera. Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon signKFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak. Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta. Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali, 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa. Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar, 3 orang tewas dan 11 luka-luka. Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003. Bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta, tidak ada korban jiwa. Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area publik di terminal 2F, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. Bom Palopo, 10 Januari 2004, menewaskan 4 orang. Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia, 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004). Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004. Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005. Bom Tentena, 28 Mei 2005, 22 orang tewas. Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Jibril alias M Iqbal, di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran. Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang. Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB., Bom Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta Cirebon saat solat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya. Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana bom yang menargetkan Gereja Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian Ribom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo, Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka. Bom Solo, 19 Agustus 2012. Granat meledak di Pospam Gladak, Solo, Jawa Tengah. Ledakan ini mengakibatkan kerusakan kursi di Pospam Gladak. Tidak ada korban jiwa.
Angka kematian karena tindakan kriminal terorisme ini dikalahkan oleh angka kematian karena kecelakaan lalulintas. Tahun 2010 laporan kepolisian menyebutkan, jumlah kematian akibat kecelakaan secara nasional mencapai 31.234 jiwa. Dari jumlah tersebut 67% korban kecelakaan berada pada usia produktif yakni 22 sampai 50 tahun. (sumber: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=260621:angka-kecelakaan-jalan-raya-memprihatinkan&catid=77:fokusutama&Itemid=131). Semakin canggih teknologi, semakin tinggi pula angka kecelakaan yang terjadi. Menurut survei, kecelakaan lalu lintas banyak terjadi karena pengemudi yang ceroboh. Itu semua diprediksi mungkin karena mereka (para pengemudi, red) asik meng-update berita, ataupun hal lain. Apabila berita-berita menarik selalu ditampilkan pada waktu orang lagi sibuk-sibuknya berkendara menuju tempat kerja, maka itu adalah kesalahan media. Perlu analisis yang tajam untuk menyimpulkan bahwa itulah salah satu penyebab kecelakaan.

Related posts: