Romi Librayanto
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)
Untuk menjawab pertanyaan pada judul tulisan ini, maka ada baiknya jika ditelusuri dasar hukum keberadaan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
Apabila Ormas melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan larangan yang terdapat pada Pasal 21 dan Pasal 59 UU Ormas (kecuali Pasal 59 ayat 1) Huruf a yang telah dinyatakan bertentangan terhadap Undang-undang Dasar Negara RepublikIndonesi (UUD NRI) Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 82/PUU-XI/2013), maka berdasarkan Pasal 60 UU Ormas, pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang bersangkutan. Namun, pemerintah atau pemerintah daerah harus melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif.
Dalam hal sanksi administratif, Pasal 61 ayat 2 UU Ormas menetapkan mengenai jenis sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 60 UU Ormas, yaitu:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian bantuan dan/atau hibah;
c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
d. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Pasal 67 UU Ormas menetapkan bahwa dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan, pemerintah atau pemerintah daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar. Pemerintah atau pemerintah daerah wajib meminta pertimbangan hukum Mahkamah Agung (MA) sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar tersebut. MA wajib memberikan pertimbangan hukum dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan pertimbangan hukum. Pasal 68 UU Ormas menetapkan bahwa dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan, pemerintah menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum. Sanksi pencabutan status badan hukum tersebut dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum. Sanksi pencabutan status badan hukum dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 67 dan 68 UU Ormas tersebut di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara Ormas yang berbadan hukum dengan Ormas yang tidak berbadan hukum.
Selanjutnya, uraian akan difokuskan pada Ormas yang berbadan hukum. Jadi, penyebutan “Ormas” hendaknya dimaknai sebagai Ormas yang berbadan hukum.
Pasal 69 UU Ormas menetapkan bahwa pencabutan status badan hukum Ormas dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pencabutan status badan hukum Ormas tersebut diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 70:
- Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat 1 diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
- Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal pengajuan.
- Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
- Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh pemerintah atau pemerintah daerah, permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima.
- Pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan pembubaran Ormas.
- Surat pemanggilan sidang pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang.
- Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 6, Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di persidangan.
Pasal 71:
- Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 1 harus diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
- Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
- Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 72:
Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 kepada pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Pasal 73:
- Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
- Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, salinan putusan pengadilan negeri disampaikan kepada pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Pasal 74:
- Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 1 diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak.
- Dalam hal pengucapan putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak dihadiri oleh para pihak, permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan diterima secara patut oleh para pihak.
- Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didaftarkan pada pengadilan negeri yang telah memutus pembubaran Ormas.
- Panitera mencatat permohonan kasasi pada tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.
- Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
Pasal 75:
- Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 kepada termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
- Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal memori kasasi diterima.
- Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal kontra memori kasasi diterima.
- Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan atau paling lama 7 (tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima.
Pasal 76:
- Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat 5 tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi.
- Penyampaian surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu penyampaian memori kasasi.
Pasal 77:
- Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
- Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 harus diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
Pasal 78:
- Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diputus.
- Pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak putusan kasasi diterima.
Jadi, apabila Ormas melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan larangan yang terdapat pada Pasal 21 dan 59 UU Ormas dan pemerintah ingin menindak tegas, maka tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya adalah sebagai berikut:
- Pemerintah atau pemerintah daerah harus melakukan upaya persuasif. Apabila Ormas tetap melanggar, maka
- Pemerintah atau pemerintah daerah harus memberikan peringatan tertulis. Apabila Ormas tetap melanggar, maka
- Pemerintah atau pemerintah daerah harus menghentikan bantuan dan/atau hibah. Apabila Ormas tetap melanggar, maka pemerintah atau pemerintah daerah harus menghentikan sementara kegiatan Ormas yang bersangkutan. Apabila Ormas tetap melanggar, maka
- Permohonan pembubaran Ormas diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
- Setelah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai dikabulkannya permohonan pembubaran Ormas, maka sanksi pencabutan status badan hukum dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa “Pembubaran Ormas” merupakan kewenangan pengadilan. Yang dapat dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia) adalah:
- Mengajukan permintaan tertulis dalam hal permohonan pembubaran Ormas, dan
- Menjatuhkan sanksi administratif berupa “pencabutan status badan hukum Ormas” setelah ada putusan pengadilan yang mengabulkan permohonan pembubaran Ormas tersebut.
Patut juga untuk mencermati ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (PP No. 58 Tahun 2016). Sekedar mengingatkan kembali, PP ini di keluarkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19, Pasal 40 ayat 7, Pasal 42 ayat 3, Pasal 50, Pasal 56, Pasal 57 ayat 3, dan Pasal 82 UU Ormas.
Pasal 69 PP No. 58 Tahun 2016 menetapkan bahwa:
Pencabutan status badan hukum Ormas, pembubaran Ormas berbadan hukum, dan proses hukum pembubaran Ormas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara gramatikal, ketentuan di atas menetapkan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu:
- Pencabutan status badan hukum Ormas
- Pembubaran Ormas berbadan hukum
- Proses hukum pembubaran Ormas
Pencabutan status badan hukum Ormas dan proses hukum pembubaran Ormas telah diatur dalam UU Ormas. Sedangkan pembubaran Ormas tidak secara implisit diatur, baik dalam UU Ormas maupun dalam PP 58 Tahun 2016.
Sebagai kesimpulan, jika harus menjawab pertanyaan sebagaimana judul uraian (tulisan) ini, maka terdapat beberapa varian, yaitu:
- Jika istilah “pembubaran Ormas” disamakan dengan “pencabutan status badan hukum Ormas,” maka pemerintah berwenang membubarkan Ormas dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh UU Ormas.
- Jika istilah “pembubaran Ormas” dibedakan dengan “pencabutan status badan hukum Ormas”, dengan hanya menggunakan UU Ormas dan PP 58 Tahun 2016, maka hal ini tidak ditemukan.