web analytics
header

Saksi Sangsi

Resensi “Kesaksianku Tentang G-30-S”

Oleh: Muhammad Fauzan MB

(Pengurus LPMH-UH Periode 2025)

Buku Kesaksianku tentang G30S merupakan catatan pribadi sekaligus pembelaan politik dari Dr. Soebandrio, seorang tokoh penting pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Ia termasuk salah satu korban politik paling menonjol setelah peristiwa 30 September 1965. Buku ini ditulis sebagai upaya untuk menyuarakan sisi lain dari peristiwa yang selama puluhan tahun dimonopoli narasinya oleh versi militer Orde Baru.

Dalam buku ini, Soebandrio secara tegas membantah keterlibatannya dalam peristiwa Gerakan 30 September. Ia mengaku tidak tahu-menahu soal rencana gerakan tersebut dan menganggap penangkapannya sebagai bagian dari strategi militer yang dirancang Jenderal Soeharto untuk secara perlahan mengambil alih kekuasaan negara secara bertahap. Ia menyebutnya sebagai “kudeta merangkak” yang berlangsung dalam empat tahap: pembunuhan jenderal-jenderal TNI-AD, pembubaran PKI, penangkapan menteri-menteri pendukung Soekarno (termasuk dirinya), hingga pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno.

Soebandrio juga membantah isu bahwa Soekarno dalam keadaan sakit parah pada saat itu. Menurutnya, Bung Karno hanya mengalami gangguan ringan, dan narasi soal penyakit serius tersebut hanyalah bagian dari kampanye untuk melemahkan posisi politik Soekarno. Menurut Soebandrio, berbagai langkah militer pasca G30S bukanlah bentuk penyelamatan negara, melainkan siasat untuk menggulingkan Soekarno secara perlahan namun pasti.

Buku ini juga mengulas bagaimana kekuatan asing, khususnya Amerika Serikat, berperan dalam menjatuhkan Soekarno yang dianggap terlalu dekat dengan blok kiri (Soviet dan Tiongkok), serta menolak ketergantungan pada bantuan ekonomi dan militer Barat. Soebandrio menjelaskan bahwa tekanan internasional terhadap Indonesia semakin besar karena posisi Indonesia yang condong pada politik luar negeri yang bebas aktif dan anti imperialis.

Di dalam buku ini Soebandrio menggambarkan bagaimana Soeharto memanfaatkan situasi pasca-G30S untuk menguatkan pengaruhnya. Ia menyebut bahwa Soeharto sudah siap “menunggangi” keadaan dan menjalankan pembersihan terhadap orang-orang yang dianggap dekat dengan PKI secara brutal tanpa dasar hukum yang jelas.

Kesaksianku tentang G30S bukanlah sebuah karya atau sejarah akademik, melainkan testimoni personal dan politik. Meski begitu, buku ini menjadi sangat penting karena memberikan perspektif dari dalam lingkaran kekuasaan Soekarno, dari seseorang yang mengalami langsung perubahan dramatis dalam sejarah Indonesia . Soebandrio menulis secara rasional, berusaha menyampaikan bahwa sejarah tidak hitam-putih, dan bahwa tragedi 1965 tidak bisa hanya dijelaskan sebagai “pemberontakan PKI”.

Buku ini menjadi semacam “surat terbuka” dari seorang tokoh yang merasa difitnah dan dikorbankan oleh arus sejarah dan politik yang lebih besar. Ia tidak hanya membela dirinya, tapi juga berusaha mengoreksi sejarah.

Related posts:

Kiamat!! Kita Semua (Harus) Mati!

Resensi Film Silent Night (2021) Oleh: Muhammad Abi Dzarr Al Ghiffariy (Pengurus LPMH-UH Periode 2023/2024) Bayangkan, suatu hari pemerintah mengumumkan