web analytics
header

Analisis Pengelolaan Sumber Daya Alam Berdasarkan Pendekatan Lingkungan, Hukum, Ekonomi dan Kesehatan

Sumber: Kuliahbahasainggris.com

Sumber: Kuliahbahasainggris.com
Sumber: Kuliahbahasainggris.com

Hasbi Assidiq

(Wakil Koordinator Divisi Litbang dan Advokasi Media)

Pemahaman Awal    

            Pengelolaan sumber daya alam (SDA) sejatinya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap orang, atau masyarakat yang berada dalam suatu komunitas tertentu. SDA selalu cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari, tapi sumber daya alam tidak akan cukup untuk bisa memenuhi kerakusan segelintir orang/atau kelompok tertentu yang hendak untuk meneguhkan kelasnya sebagai yang superior, yang sebagai konsekuensinya akan membuat masyarakat yang lain menjadi inferior. Dengan kondisi seperti itu maka orientasi dari kehidupan akan berubah menjadi dominasi dan yang didominasi dalam kelompok masyarakat. setiap manusia atau masyarakat tentunya harus memiliki kesempatan yang sama untuk bisa mengakses terhadap  sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.

            Ketika pengelolaan SDA itu sudah dari awalnya menggunakan prinsip ekonomi maka yang akan terjadi adalah ketimpangan sosial dalam masyarakat, karena yang akan terjadi adalah prinsip ekonomi bebas yang dijalankan dengan membuka keran seluas-luasnya untuk setiap individu dalam mengelola potensi SDA mereka, padahal dalam kondisi masyarakat yang berbeda, negara tidak boleh langsung melepas campur tangannya dan melepaskan pada mekanisme pasar, karena pasar cenderung dijalankan dengan prinsip yang sangat tidak manusiawi, secara alamiah manusia menurut Thomas Hobbes Adalah Homo Homuni Lupus, “Manusia adalah serigala bagi sesamanya.” yang dalam keadaan tertentu yang dimana negara membebaskan pengelolaan SDA pada mekanisme pasar maka setiap orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengelola SDA, dan hal  ini cenderung dilakukan dengan menggunakan prinsip kapital yakni, menggunakan modal yang paling sedikit, dengan keuntungan material sebanyak-banyaknya.

            Hal ini sangat rentan untuk terjadi ketidakadilan sosial, karena kita menyadari bersama sejak awal bahwa sudah terdapat perbedaan dalam masyarakat, baik itu dari segi ekonomi, politik, rasial, budaya, bahasa, dan tingkat intelektual masing-masing individu dalam masyarakat, sehingga inilah yang ketika negara tidak campur tangan untuk melindungi kelompok yang lemah, dari beberapa aspek diatas, maka kelompok tersebut akan semakin melemah, dan tentunya kelompok yang kuat akan semakin menguatkan dirinya, sehinngga inilah yang semakin memperlebar kesenjangan sosial yang terjadi.

            Pengelolaan SDA dengan menempatkan ekonomi sebagai aspek awal, juga cenderung  akan bersikap eksploitatif terhadap alam, dan ini mengikut pada kerangka berfikir untuk semakin mengeksploitasi agar semakin kaya, dan tentunya ketika semakin kaya maka akan menguasai banyak orang. Pengelolaan dengan cara yang mengikuti kepentingan pribadi, maka cenderung  akan eksploitatid dan mengabaikan manusia yang lain/ terkecuali dirinya sendiri/keluarga/kelompoknya, jika kepentingan masyarakat secara umum saja telah diabaikan bagaimana mungkin bisa memikirkan tentang kondisi lingkungan disekitar kita, pendekatan dalam hal ini sangat rentan untuk menyebabkan kerusakan ekosistem yang terjadi.

Aspek Lingkungan

            Pengelolaan SDA yang berbasis pada lingkungan berpegang pada prinsip keberlanjutan dan antar generasi, tidak hanya sekedar memikirkan pemenuhan kebutuhan hari ini, akan tetapi memikirkan bagaimana tanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan generasi mendatang (Bayi yang baru lahir). Mereka berhak untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, sesuatu yang menjadi tanggungjawab kita bersama untuk pemenuhan hal tersebut.

            Pengelolaan SDA berbasis pada lingkungan, melampaui ego manusia untuk mengikuti hasrat naluriahnya, tapi lebih dari itu bagaimana manusia menjadi pemimpin alam semesta yang sekaligus memelihara dan melindungi lingkungan sekitar, menghormati lingkungan seperti “Ibu” yang memberikan kehidupan kepada kita semua, tidak seenaknya saja berbuat mengikuti hasrat yang hendak mengekspoitasi lingkungan sekitar tanpa memperhatikan keseimbangan alam yang akan terganggu.

            Keseimbangan alam menjadi hal yang penting untuk dijaga, alam memiliki sistem sendiri yang akan terus merecovery alam yang terjadi karena pengolahan yang dilakukan oleh manusia, namun hal ini tentunya tak dapat berjalan dengan baik ketika pengolahan yang dilakukan sangat eksploitatif dengan mengikuti hasrat naluriah tadi. Sehingga ketika kita mengambil  dari alam, harus dilakukan upaya pengembalian terhadap alam, dalam bentuk reboisasi yang dilakukan untuk menjaga ekosistem lingkungan.

Pengolahan SDA harus berdasarkan pada prinsip:

  1. Keseimbangan
  2. Keberlanjutan
  3. Transparansi
  4. Akuntabilitas

Aspek Hukum

            Instrumen hukum menjadi hal penting dalam mengatur sistem pengelolaan SDA yang berkelanjutan demi terwujudnya masyarakat yang bertanggungjawab terhadap lingkungannya. Hukum menjadi hal yang penting untuk melakukan pencegahan terhadap pengelolaan yang tidak berdasarkan pada keseimbangan alam, melindungi terhadap terjadinya pengelolaan yang serampangan, karena hal ini akan cenderung pada upaya kerusakan terhadap alam,

            Hukum hadir untuk menjaga hak yang sama setiap orang untuk bisa melakukan pengolahan SDA untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dengan memberikan perlindungan khusus terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah yang kurang memiliki akses untuk mengembangkan potensi mereka, sehingga hukum hadir untuk menjamin terwujudnya hal tersebut. Hukum yang hadir harus menjaga kepentingan untuk tiap individu dalam masyarakat agar bisa memperoleh akses untuk mengelola SDA. Kepentingan bersama harus lebih didahulukan atas kepentingan individu yang lain.

Aspek Ekonomi

            Instrumen ekonomi yang dilakukan dalam hal upaya pengelolaan SDA sesuai dengan kebutuhan secara sederhana, bukan mengikuti hasrat yang tak terbatas untuk selalu mendapatkan pengaruh terhadap sumber daya yang ada, pelaksanaan ekonomi diwujudkan dengan pemerataan akses terhadap SDA, yang sebelumnya telah dilakukan upaya pelatihan untuk mengembangkan kompetensi, agar lebih memahami bagaiamana pengelolaan terhadap SDA yang berkelanjutan demi kehidupan generasi selanjutnya.

            Ekonomi kolektif yang bersandar pada kebersamaan masyarakat menjadi hal yang harus dilakukan, dengan pentingnya untuk merasakan penderitaan sesama umat manusia, prinsip setiap manusia bertanggungjawab terhadap manusia yang lain. Hal inilah yang akan menggerakkan ekonomi masyarakat. sifat individualisme dalam pelaksanaan ekonomi hanya akan mengakibatkan kerentanan sosial yang semakin meningkat. Konflik interest antara individu terjadi karena sikap individualisme yang terjadi di masyarakat. Sehingga dengan prinsip ekonomi kolektif akan memperkecil dampak dari konflik yang terjadi tersebut.

Aspek Kesehatan

            Instrumen kesehatan menjadi hal yang hadir untuk melengkapi kehidupan masyarakat, agar terbebas dari penderitaan, penderitaan bisa terjadi dalam dua hal yakni, penderitaan secara material yang didasarkan pada tidak terpernuhinya kebutuhan material, dan penderitaan non material yang terjadi dikarenakan pada tidak terpenuhinya kebutuhan non material (kebahagiaan) pengolahan SDA secara serampangan akan memicu dampak kesehatan yang lebih dibanding dengan pengolahan SDA yang tersistematis dengan keberlanjutan.

            Kesehatan dikategorikan menjadi dua hal, kesehatan secara lahiriah dan kesehatan secara rohaniah. Kesehatan lahiriah ini diakibatkan oleh perilaku yang sehat secara material dengan perilaku fisik yang sehat  dengan terpenuhinya seluruh kebutuhan material seseorang, seperti kebutuhan makan dan tidur untuk beristirahat.  Kebutuhan rohaniawi yakni kebutuhan akan kebahagiaan, bahwa setiap manusia memiliki untuk kebutuhan akan kebahagian agar dalam melakukan pekerjaan sehari-hari  dapat merasakan kebahagian.

Kesimpulan

         Pengelolaan SDA yang berkelanjutan harus berangkat dari dimensi lingkungan sehingga, pengelolaan SDA dapat berkelanjutan dan tetap menjaga keseimbangan. Setelah memakai basis lingkungan, untuk menjaga konsep tersebut berkelanjutan dan diterima oleh masyarakat, maka harus dilakukan dengan menggunakan instrumen hukum yang melindungi hak setiap orang untuk bisa mengakses dan mengolah SDA, Pengolahan ini diwujudkan untuk bisa memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-harinya yang berangkat dari dimensi ekonomi, untuk  bisa dapat bekerja secara tersistematis maka masyarakat harus sehat untuk bisa mengelola SDA untuk menjalani kehidupannya, hal yang juga menjadi penting adalah pemenuhan kebutuhan rohani/jiwa, dalam artian setiap masyarakat bahagia dalam menjalani kehidupannya, tentunya hal ini bisa terwujud ketika individu memahami latar belakang dilakukannya kegiatan tersebut dan secara sadar ingin melakukannya.

Related posts:

Manis Gula Tebu yang Tidak Menyejahterakan

Oleh: Aunistri Rahima MR (Pengurus LPMH Periode 2022-2023) Lagi-lagi perampasan lahan milik warga kembalidirasakan warga polongbangkeng. Lahan yang seharusnyabisa menghidupi mereka kini harus dipindahtangankan denganpaksa dari genggaman. Tak ada iming-iming yang sepadan, sekali pun itu kesejahteraan, selain dikembalikannya lahanyang direbut. Mewujudkan kesejahteraan dengan merenggutsumber kehidupan, mendirikan pabrik-pabrik gula yang hasilmanisnya sama sekali tidak dirasakan warga polongbangkeng, itu kah yang disebut kesejahteraan? ​Menjadi mimpi buruk bagi para petani penggarap polongbangkeng saat sawah yang telah dikelola dan dirawatdengan susah payah hingga mendekati masa panen, dirusaktanpa belas kasih dan tanpa memikirkan dengan cara apa lagipara petani memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraanyang diharapkan hanya berwujud kesulitan dan penderitaan. ​Skema kerjasama yang sempat dijalin pun sama sekalitidak menghasilkan buah manis, petani yang dipekerjakanhanya menerima serangkaian intimidasi dan kekerasan hinggapengrusakan kebun dan lahan sawah siap panen, itu kahbentuk sejahtera yang dijanjikan? ​Kini setelah bertahun-tahun merasakan dampak pahitpabrik gula PT. PN XIV Takalar, tentu saja, dan memangsudah seharusnya mereka menolak, jika lagi-lagi lahan yang tinggal sepijak untuk hidup itu, dirusak secara sewenang-wenang sebagai tanda bahwa mereka sekali lagi inginmerampas dan menjadikannya lahan tambahan untukmendirikan pabrik gula. ​Sudah sewajarnya warga polongbangkeng tidak lagihanya tinggal diam melihat lahan mereka diporak-porandakan. Sudah sewajarnya meraka meminta ganti rugiatas tanaman yang dirusak, serta meminta pengembalian lahanyang telah dirampas sejak lama. Dan dalam hal ini, Kementerian BUMN, Gubernur Sulawesi Selatan, maupunBupati Takalar harus ikut turun tangan mengambil tindakansebagai bentuk dorongan penyelesaian konflik antara wargapolongbangkeng dan