Oleh: Hanifah Ahsan
(Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 2017)
Larangan aktivitas malam bukan lagi hal yang baru diperdebatkan dalam lingkungan kampus, begitu pula Universitas Hasanuddin (Unhas). Kampus yang dikenal dengan almamater merah dan jargon jangan sekali-kali lupakan sejarah (JAS MERAH) ini juga mulai menerapkan larangan aktivitas malam beberapa tahun silam.
Larangan ini terdapat dalam ‘Kebijakan’ Rektorat yang tertuang dalam Keputusan Rektor Unhas Nomor 1595/UN4/05.10/2013 tentang Kode Etik Kehidupan Kampus, yaitu pada pasal 7 ayat (2) yang menjelaskan bahwa, segala aktivitas yang dilakukan pada pukul 22.00-06.00 Wita harus mendapat izin pimpinan universitas atau fakultas yang bersangkutan.
Fakultas Hukum Unhas sendiri meski telah mengalami perubahan beberapa waktu yang lalu, sebelumnya melalui Surat Edaran Nomor 5150/UN4/06.03/UM.13/2015 menetapkan jam malam yang berisi larangan beraktivitas di malam hari dipersingkat hingga hanya pukul 18.00 Wita. Yang berarti jika tetap berada dalam lingkungan kampus lewat dari jam yang telah ditentukan, maka mahasiswa akan menemukan keadaan sekretariat yang gelap tanpa aliran listrik.
Terlepas dari dukungan dan juga penolakan yang timbul seiring dengan disahkannya ‘Kebijakan’ ini, dilansir dari Eksepsionline.com, ada dua asumsi penyebab munculnya aturan terkait larangan aktivitas malam di kampus, yakni selain untuk ‘menjaga keamanan antar mahasiswa’ juga menyangkut efisiensi biaya listrik yang merupakan tanggung jawab Universitas.
Kuasa Kampus dalam membuat Kebijakan
Jika diibaratkan dalam sebuah tatanan suatu negara, yakni mahasiswa sebagai warga negara dan Rektorat sebagai pemegang estafet kepemimpinan, maka tidak disalahkan bagi Rektorat mengeluarkan aturan/kebijakan-kebijakan yang dapat membuat kampus menjadi lebih baik dan aman.
Tapi, bagaimana konsep dari aturan atau kebijakan yang seharusnya dibuat suatu ‘pemerintahan’? Montesquieu dalam bahasan Tatanan Hukum Negara mengungkapkan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang melindungi berbagai kepentingan umum. Dan tanda dari suatu masyarakat yang bebas ialah semua orang dimungkinkan untuk mengikuti kecendrungan mereka sendiri sepanjang mereka tidak melanggar hukum. Hal itu juga yang termasuk dalam fungsi suatu Negara dalam menjamin dan melindungi hak-hak warganya.
Konsep ini seharusnya bisa menjadikan batasan bagi orang-orang yang berwenang dalam membuat aturan atau kebijakan yang berdampak bagi orang banyak (kepentingan umum).
Dan pertanyaan yang timbul setelahnya ialah, apakah Rektorat sebagai suatu pemegang kuasa dalam membuat kebijakan mengenai larangan aktivitas malam, benar-benar membuat aturan itu untuk menjamin dan melindung hak-hak mahasiswa sehingga tidak menyalahi kepentingan umum? atau hal tersebut hanyalah sebagai bentuk pengurangan tanggung jawab yang dimilikinya?
Larangan Aktivitas Malam, Pembatasan Hak dan Upaya Melepas tanggung jawab (?)
John Locke berpendapat bahwa manusia dalam keadaan bebas tetap mempunyai hak-hak alamiah yang tidak dapat diserahkan kepada kelompok masyarakat lainnya. Manusia hanya menyerahkan hak-hak tertentunya demi keamanan dan kepentingan bersama.
Lagi-lagi menyangkut mengenai keamanan dan kepentingan bersama, seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya. Aturan notabenenya dibuat untuk membatasi seseorang dalam menjalankan hak yang ia miliki, agar dalam pelaksanaannya hak tersebut tidak menggangu orang lain yang memiliki hak yang sama.
Lalu, bagaimana dengan aturan yang menyangkut adanya larangan aktivitas malam dalam lingkungan Kampus?
Jika berangkat pada premis bahwa aturan dibuat karena untuk membatasi hak seseorang agar tidak mengganggu hak orang lainnya, maka untuk membuat aturan aktivitas malam, berdasar pada seseorang yang merasa terganggu dengan adanya aktivitas malam itu sendiri. Bukan karena ‘hak previllage’ yang dimiliki Rektorat dalam membuat aturan. Justru, lahirnya aturan ini berhasil membuat mahasiswa sendiri merasa dibatasi haknya dalam berkumpul dan mengakses ruang publik khususnya yang disediakan oleh Kampus.
Berdasar hal itulah, Penulis menarik kesimpulan bahwa larangan aktivitas malam yang merupakan dampak dari adanya aturan yang dibuat, merupakan bentuk pembatasan hak tanpa dasar ‘mengganggu kepentingan bersama’ dan pelanggaran hak atas hak orang lain.
Dan jika, alasan yang dibuat sebagai landasan membuat aturan ini dikarenakan dua asumsi yang sebelumnya telah Penulis sampaikan, maka ini adalah bukti nyata ketidaksanggupan dan upaya pelarian diri Kampus dalam memberikan kehidupan yang layak, dan aman bagi mahasiswa yang merupakan tanggung jawabnya.