web analytics
header

Altan Adalah Pusat – Paling Mengesalkan Bagi Nala

IMG-20220814-WA0053
Sumber: Pinterest

Oleh: Rofi’ah Ridwan

Pengurus LPMH-UH Periode 2021-2022

 

Sebenarnya Nala merasa sayang untuk mengeluarkan temannya dari kepengurusan OSIS, akan tetapi melihat bagaimana para pengurus itu seperti memang sengaja menunggu surat peringatan ketiga membuat Nala dan Altan mengambil keputusan untuk menyudahi acara kucing-kucingan pengurus ini.

Iya, kucing-kucingan. Karena entah mengapa mereka terus menghindar ketika melihat Altan ataupun Nala. Seolah-olah sedang menjauhi Ketua dan Sekretaris OSIS itu.

Altan duduk pada kursi piket yang seharusnya ditempati guru tapi sedang kosong karena jam istirahat. Nala di depannya berdiri menjelaskan beberapa hal dari proposal yang diberikan wakil sekretaris kedua. Setelah pembahasan tersebut selesai, Altan berkata, “Sekarang aja kita antar SP 3, sekalian bagi formulir OSIS.”

Nala menyetujui, berbalik meninggalkan Altan untuk menuju kelas mengambil berkas yang Altan sebut tadi. Nala menghelas napas berat, ada tiga pengurus yang terpaksa tidak ikut mereka hingga selesai.

Langkahnya pelan sebentar ketika melihat ada sosok lain di samping Altan. Raya, teman kelas Altan.

Mereka berdua sedang sibuk membahas yang Nala tak tahu dan tak ingin tahu juga. Raya melirik sebentar Nala, tanpa menyapa melanjutkan percakapannya dengan Altan.

“Dih, kan lo udah janji? Ayolah, Altaaaan.”

Apa-apaan nada manja itu? Jika boleh jujur Nala sekarang sedikit kesal karena seenaknya Raya duduk di samping Altan sementara ia berdiri begini.

Nala kemudian tersadar, kekanakan sekali dirinya. Setelah mengontrol diri kembali, Nala berdeham sebelum mengatakan, “Altan, yuk?” ajaknya.

Altan bersiap berdiri yang kemudian lengannya ditahan oleh Raya, ”Mau kemana?”

“Bagi formulir OSIS, sekalian kasih SP ke beberapa pengurus.” Jawab Altan sambil berdiri meskipun lengannya masih tertahan.

“Gue mau ikut, boleh nggak?” tanya Raya tatapannya penuh pada Altan seperti tidak peduli pada pendapat Nala dan hanya butuh izin Altan.

Nala bersumpah akan merutuki Altan jika ia mengizinkan orang di luar pengurus OSIS untuk iku—

“Ayo.”

—ut. Nala hampir tidak percaya dengan jawaban Altan barusan. Raya ikut menyusul berdiri dengan wajah berseri dan bersemangat. Berbanding terbalik dengan wajah Nala yang sudah tertekuk kesal.

Apa sih dipikiran Altan biarin orang bukan pengurus ikut campur urusan OSIS? 

Tujuan pertama mereka adalah membagikan formulir. Maka dari itu mereka bertiga menaiki tangga untuk menuju lantai dua, kelas-kelas 10 IPA berada.

“Gue IPA 3, lo IPA 4. Kita bagi tugas aja biar cepet.” Titah Nala dengan nada yang ia buat untuk sebisa mungkin terdengar tidak kesal.

Altan setuju, tidak perlu heran Raya tentunya mengekor pada Altan. Ketika mereka berdua hilang dari pandangan, Nala mendecak sebal. Tapi sedetik setelahnya mengganti ekspresi ceria sebelum memasuki kelas 10 IPA 3 mempromosikan OSIS.

Mungkin kelas Altan yang masuki memang siswanya tidak banyak bertanya seperti kelas Nala sekarang. Makanya saat Nala masih menjelaskan beberapa poin, Altan dan Raya sudah ada di depan pintu menunggu Nala.

“Yang mau formulirnya bisa angkat tangan?”

Banyak dari mereka yang mengangkat tangan dengan tinggi. Nala melirik ke Altan untuk membantunya menyebarkan formulir. Tidak Nala duga adalah Raya juga ikut maju membagikan formulir seolah-olah ia juga pengurus OSIS. 

Entahlah, mungkin Nala yang terlalu sensitif karena Raya yang selalu melihatnya dengan tatapan menilai selama ini ketika mereka bertemu di manapun yang menyebabkan hadirnya Raya sekarang ini bukannya memberikan efek membantu justru membuat Nala merasa jengkel.

“Karena formulirnya nggak cukup, kalau masih ada yang pengin kalian bisa ke sekretariat OSIS, ya.” tutup Nala dengan senyum kapitalis.

Mereka bertiga kemudian turun untuk melanjutkan membagi surat peringatan. Lucunya posisi jalan mereka sekarang, Raya dan Altan yang berdampingan sementara Nala sendirian di belakang memegang surat-surat.

Siapa sih yang sebenarnya yang ikut-ikutan disini?

Meskipun beberapa kali Altan melirik ke belakang memastikan ada Nala, Nala yang sudah kesal mempercepat langkahnya mendahului Altan dan Raya dengan hentakan kecil yang tidak kentara.

Setibanya mereka di depan kelas pengurus pertama yang akan diberikan surat peringatan, Nala menyerahkan semua surat yang ia pegang kepada Altan, “Nih, kelas bentar lagi mulai, guru gue selanjutnya killer, lo bisa kan sendiri? Eh nggak, tuh dah ada yang nemenin.”

Untuk pertama kali dalam hidupnya Nala berharap pria di hadapannya ini akan sedikit peka terhadap nada ketus dan menyindir Nala, setidaknya untuk kali ini gantian Altan yang akan merasa tidak enak hati kepada Nala.

Nyatanya harapan Nala pupus ketika Altan justru menerima surat itu sambil mengatakan, “Hm, oke. Bisa balik sendiri?”

Pertanyaan apa itu. Ini sekolah. Nala mengitarinya setiap hari.

Tanpa perlu repot menjawab Altan, Nala berbalik kemudian berlari kecil segera menjauh. Mauza Altan Faizan, paling mengesalkan bagi Nala hari itu. 

Related posts:

GARIS TAKDIR

Oleh: Imam Mahdi A Lekas lagi tubuhku melangkahMelawan hati yang gundahKe ruang samar tanpa arah Sering kali, ragu ini menahan

Dialog Temaram dalam Jemala

Oleh: Naufal Fakhirsha Aksah (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Bagaimana kabarmu? Kabar saya baik, Tuan.  Bagaimana sejak hari itu? Sungguh, saya

Bukan Cerita Kami

Oleh: Akhyar Hamdi & Nur Aflihyana Bugi Bagaimana kau di kota itu, Puan? Kudengar sedang masuk musim basahTidak kah ingin