web analytics
header

Silverman: dari Seni menjadi Eksploitasi

Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis

Oleh: Muhammad Supardi (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin)

Manusia silver, atau yang dikenal juga dengan sebutan silver man, pertama kali diketahui muncul di Covent Garden, Kota London. Pada saat itu, banyak seniman jalanan menampilkan berbagai pertunjukan seni dengan atribut yang beraneka ragam, salah satunya adalah silver man. Pertunjukan ini dilakukan dengan mengecat tubuh menggunakan pewarna silver, lalu menampilkan atraksi sulap dan pantomim. Seiring waktu, pertunjukan ini semakin populer di pusat Kota London, Inggris.

Di Indonesia, fenomena manusia silver pertama kali muncul pada tahun 2012, ketika pengamen jalanan di Kota Bandung menampilkan pertunjukan tersebut.

Awalnya, tujuan pertunjukan ini adalah untuk menggalang dana guna memenuhi kebutuhan hidup keluarga serta komunitas anak-anak jalanan. Namun, pertunjukan seni yang dilakukan di Indonesia berbeda jauh dengan yang ada di Kota London. Jika di London manusia silver mendapat perhatian publik dan bahkan memperoleh bayaran secara profesional atas pertunjukan seni mereka, di Indonesia fenomena ini justru berkembang menjadi permasalahan sosial yang kompleks. Kini, manusia silver menjadi momok yang rentan terhadap praktik eksploitasi anak di bawah umur, bahkan menjadi sasaran penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Fenomena manusia silver kini juga menjamur di Kota Makassar. Mereka sering ditemukan di persimpangan lampu lalu lintas, seperti di Jalan Alauddin, Jalan Andi Pangeran Pettarani, dan Jalan Veteran Selatan.

Menjamurnya fenomena manusia silver di Kota Makassar didominasi oleh faktor kemiskinan. Namun, lama-kelamaan fenomena ini mulai dimanfaatkan sebagai lahan bisnis oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab. Lebih miris lagi, beberapa dari mereka tega mempekerjakan anak-anak di bawah umur, bahkan balita, dengan mengecat tubuh mereka menggunakan pewarna silver.

Meskipun tidak sedikit yang melakukan tindakan ini karena dorongan ekonomi, eksploitasi anak tetap tidak dapat dibenarkan. Mengecat tubuh menggunakan cat tentu menimbulkan dampak berbahaya, terutama jika cat yang digunakan adalah pewarna tekstil. Bahan pewarna seperti ini berisiko menimbulkan alergi, terutama pada kulit bayi yang lebih tipis dan rentan.

Maraknya fenomena manusia silver di Kota Makassar seharusnya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kota Makassar. Meskipun Dinas Sosial sudah sering melakukan penertiban, praktik ini tetap marak terjadi. Hal ini bisa saja terjadi karena kurangnya pembinaan dan rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga praktik tersebut terus berulang.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen di Kota Makassar, Pasal 19 ayat (2) menyebutkan bahwa sasaran rehabilitasi sosial meliputi anak jalanan usia produktif, anak jalanan usia balita, anak jalanan usia sekolah, gelandangan psikotik, gelandangan usia lanjut, pengemis usia produktif, pengemis usia lanjut, pengemis eks penderita kusta, pengemis yang mengatasnamakan lembaga sosial atau panti asuhan, serta pengamen yang beraktivitas di jalanan.

Pasal 19 ayat (1) Perda Nomor 2 Tahun 2008 menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial penerima layanan agar mereka mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat. Jika rehabilitasi sosial dan pembinaan diberikan secara berkala, maka tindakan eksploitasi anak di bawah umur dapat diminimalisasi secara bertahap.

Upaya rehabilitasi sosial tidak hanya sebatas penertiban semata, tetapi juga memerlukan pendekatan yang lebih mendalam guna memberdayakan mereka. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai hak-hak anak sangat diperlukan agar mereka tidak lagi terdorong untuk mengeksploitasi anak-anak demi uang semata. Peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam bekerja sama dengan berbagai pihak guna menciptakan solusi yang berkelanjutan. Solusi tersebut dapat berupa program pelatihan keterampilan kerja, bantuan usaha, serta pengembangan keterampilan untuk meminimalisasi ketergantungan hidup pada praktik manusia silver.

Serta, diperlukan pula penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan eksploitasi anak. Pemberian hukuman yang tegas serta pengawasan yang ketat sangat diperlukan guna memberikan efek jera sehingga dapat mencegah meluasnya praktik tersebut. Pada akhirnya, tujuan utama dari rehabilitasi sosial adalah memulihkan kesejahteraan sosial bagi mereka yang terdampak, sehingga mereka dapat hidup lebih layak dan mandiri di masa depan.

Related posts:

AI Membunuh Berpikir Kritis

Oleh: Muhammad Thariq Zakwan (Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas) Belakangan ini, sedang hangat diperbincangkan di media sosial mengenai tren “Gambar Ghibli”,