Makassar, Eksepsi Online- Senin (05/10) ada yang berbeda di Aula Prof.Syukur Abdullah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, yaitu adanya kuliah umum dengan tema “Penguatan Sistem dan Regulasi Pemilu Dalam Menopang Pembangunan Politik” dibawakan langsung oleh Prof. Muhammad yang merupakan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) dan Guru Besar Ilmu politik FISIP Unhas. Peserta kuliah umum tersebut terdiri atas mahasiswa S1 dan S2 Ilmu Politik Unhas dan umum.
Terdapat beberapa poin yang disampaikan Prof. Muhammad. Poin pertama yang ia paparkan mengenai negara yang demokrasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua negara demokrasi, tetapi tidak semua pemilu berlangsung demokratis. Pernyataan tersebut memiliki makna tersirat yang menggambarkan kondisi pemilu di Indonesia, yang masih dalam pengaruh besar dunia politik. Peran Bawaslu dalam fungsi pengawasan terhadap jalannya suatu pemilu diharapkan tidak ikut arus ganasnya dunia politik, Bawaslu haruslah bersifat Independen, serta pentingnya partisipasi masyarakat diikuti dengan sikap yang cerdas dalam memilih tanpa terpengaruh dengan politik uang, sangat diharapkan muncul ke permukaan.
Tipe pemilu menjadi poin selanjutnya yang dibahas Prof. Muhammad. “Pada masa Pak Harto, pemilu tidak bisa diprediksi prosesnya tetapi hasilnya sudah bisa diprediksi,” ujarnya. Hal tersebut sebagai gambaran serta tolok ukur sistem pemilu orde baru dengan sistem pemilu pasca reformasi. Dalam kasus ini terbukti tidak memiliki perbedaan antara sistem pemilu orde baru dengan sistem pemilu pasca reformasi , sistem pemilu kita saat ini seolah jalan di tempat serta tidak demokratis. Proses kemerdekaan yang panjang hanya dipandang sebagai “Formalitas” belaka, diikuti pula sistem pemilu yang serupa tetap berlaku dengan rapi dan terstruktur.
Poin ketiga membahas tentang prinsip pemilu, khususnya pada konteks kebebasan (freedom). “Tidak ada kebebasan yang absolut, kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain,” kata Prof. Muhammad. Lebih lanjut dikatakan, negeri kita saat ini mengalami yang namanya setengah demokrasi maupun setengah merdeka. Kebebasan mengeluarkan hasil hati nurani dirampas oleh kebebasan tak terbatas politikus-politikus yang berpolitik dengan tidak sehat. Semisal sistem politik uang. Politik uang sendiri sudah tidak asing bagi masyarakat, justru masyarakat menggunakan kondisi seperti ini untuk mencari keuntungan sepihak, sehingga dengan tidak sengaja politikus-politikus menggerus nilai moral serta membiasakan masyarakat bertindak praktis.
Dalam kuliah umum juga dijelaskan bahwa, sistem pemilu saat ini ialah sistem proporsional, di mana calon yang terpilih berdasarkan suara terbanyak. Adapun dampak dari sistem proporsional terbuka yaitu akomodatif terhadap populasi calon daripada kapabilitas calon. “Calon lebih banyak dipilih dari kalangan artis, daripada kader ajeg partai politik (parpol)”. Kondisi seperti ini memang benar terjadi di lapangan, menjadikan sistem ini menjadi sangat riskan akibat kekuatan materil dan popularitas.
Poin yang menjadi konsep selanjutnya ialah mengenai metode pemilihan. Dalam menghadapi pilkada/pemilu serentak pada akhir tahun ini, Bawaslu mengganti metode pemilihan centang dengan sistem coblos. Sistem centang dinilai memiliki banyak persoalan, “Kalau sistem centang banyak problem” ungkap Prof. Muhammad.
Kondisi yang terjadi pada pemilu saat ini perlu sontekan-sontekan nilai real moral bangsa. Sistem pemilu dinilai banyak yang meninggalkan kepentingan rakyat, dan lebih mementingkan kepentingan parpol/ kelompok. Dibuktikan dengan telah dilakukan tiga kali perubahan peraturan pada tubuh pemilu, setiap dilakukan pemilu pastilah ada peraturan baru, UU Pemilu sesungguhnya adalah uu yang paling menentukan nasib parpol, hal terebut sesuai yang diutarakan Prof. Muhammad dalam kuliah umum. “Kita lakukan perubahan peraturan pemilu setiap lima tahun sekali, kita terlalu gemar lakukan perubahan, kenapa? Karena ada hasrat politik di DPR,” ungkapnya. Lebih lanjut ia juga mengharapkan adanya peraturan yang kuat dan berkomitmen tinggi sehingga tidak ada lagi perubahan-perubahan kedepannya. Selain itu harapan khusus diberikan kepada mahasiswa Ilmu Politik S1 dan S2 agar mengikuti perkuliahan dengan baik yang tentunya diikuti dengan kegiatan organisasi demi membentuk kpribadian mahasiswa ke paradigma yang baik. (MFA)