web analytics
header

Lirik Dunia Usaha, ALSA Adakan Legal Workshop

IMG_20181027_112533
Sumber: dokumentasi pribadi.
Makassar, Eksepsi Online – Asian Law Student Association (ALSA) Local Chapter Universitas Hasanuddin (Unhas) mengangkat tema Aspek Hukum Perjanjian Penggabungan Perusahaan Dalam Perspektif Persaingan Usaha, pada Legal Workshop yang diadakan di Ruang Promosi  Prof. Dr. Andi Zainal Abidin Farid Fakultas Hukum Unhas, Sabtu (27/10).

Kegiatan ini menghadirkan Mansur S. H selaku pemateri dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pada sesi seminar terkait  peran KPPU dalam menilai perjanjian penggabungan perusahaan menurut Peraturan Pemerintah (PP)  No. 57 Tahun 2010.

Pada awal pemamparannya Mansur membahas terkait dasar hukum KPPU selaku lembaga yang berwenang untuk mengawasi persaingan usaha di Indonesia. KPPU merupakan lembaga independen yang dibuat untuk mengawasi persaingan usaha seperti yang diamanatkan pada Undang-Undang (UU)  No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Mansur juga menjelaskan pengertian Penggabungan (Meger), Peleburan dan Pengambilalihan (Akuisisi) Perusahaan berdasarkan PP tersebut. “Terkait pengertian sudah tertera jelas dalam regulasi, yang menjadi masalah yakni penerapannya dalam pergaulan dunia usaha. Banyak pelaku usaha di Indonesia yang belum secara terang-terangan mengakui bahwa mereka telah melakukan Meger, Peleburan dan Akuisisi,” jelas Mansur saat seminar (27/10).

Selain itu, Masyur juga membahas terkait kewajiban pelaku usaha yang telah melakukan meger, peleburan atau akuisisi untuk melakukan pemberitahuan kepada KPPU. Berdasarkan Pasal 5 PP tersebut, perusahaan yang diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan yakni yang memiliki nilai aset sebesar Rp 2.500.000.000.000 (dua triliun limaratus miliar rupiah); dan/atau nilai penjualan sebesar Rp 5.000.000.000.000 (lima triliun rupiah) dan jika perusahaan di bidang perbankan, kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis berlaku jika nilai aset melebihi Rp 20.000.000.000.000 (dua puluh triliun rupiah).

Di Indonesia menganut sistem Mandatory Post-Notification, yang bermakna pemberitahuan tersebut wajib dilakukan setelahnya. Paling lambat 30 hari setelah tanggal telah berlaku efektif secara yuridis penggabungan, peleburan, atau akuisisi. Apabila dalam jangka waktu tersebut pelaku usaha tidak menyampaikan pemberitahuan, maka akan dikenakan sanksi berupa denda administratif.

“Sistem ini masih ada kekurangannya, jika dibandingkan dengan sistem di negara Jepang, Austaralia dan Amerika yang menganut sistem pemberitahuan sebelum melakukan meger, peleburan atau akuisisi,” ungkap Mansur pada seminar.

Terkait denda administratif, pelaku usaha diancam membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan maksimal denda administratif sebesar Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah).

Pada seminar juga Mansur juga membahas terkait, dinamika persaingan usaha di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa monopoli dalam pergaulan persaingan usaha tidak dilarang. Namun, praktik monopoli yang mengakibatkan persaingan tidak sehat yang dilarang.

“Di Indonesia terdapat banyak perusahaan dengan banyak anak perusahaan, hal ini sering dianggap sebagai monopoli. Namun, sebenarnya bukan monopoli yang dilarang, tetapi praktik monopoli yang menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang dilarang,” tambahnya.

Seusai sesi seminar, kegiatan ini dilanjutkan dengan sesi workshop terkait pembuatan kontrak meger dan akuisisi perusahaan, bedah kasus dan pemaparan materi terkait kontak oleh Budjamin and Partners Law Firm. (Sme)

Related posts: